Minggu, 18 Januari 2009

Teori Pembelajaran Perilaku

Seorang tokoh ternama yang sangat berperan dalam teori pembelajaran perilaku adalah B.F. Skinner. Skinner mempelajari hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya. Menurut skinner, belajar merupakan perubahan perilaku (Bell Gredler, 1994 : 117). Prinsip yang paling penting dalam teori belajar perilaku adalah bahwa perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi langsung dari perilaku-perilaku tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan akan “memperkuat” perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan akan “memperlemah” perilaku. Dengan kata lain, konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan akan meningkatkan frekuensi seseorang untuk melakukan perilaku yang serupa, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan akan menurunkan frekuensi seseorang untuk melakukan perilaku yang serupa (Budayasa, 1998 : 14).

Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan disebut penguat (reinforcer), sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punisher). Menurut Slavin (1994b : 157) penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku itu disebut pengkondisisan operant (operant conditioning).

Penguatan dan hukuman yang diberikan itu adalah untuk mengubah perilaku. Menurut teori belajar perilaku, memberikan konsekuensi berupa penguatan ataupun hukuman sesegera mungkin akan lebih baik daripada diberikan belakangan dan hal itu akan memberi pengaruh positif terhadap perilaku selanjutnya. Oleh karena itu pemberian konsekuensi sesegera mungkin dalam proses pembelajaran itu sangatlah penting, supaya kesalahan yang sama tidak dilakukan oleh para siswa.

Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan.

Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi, S., 1997 : 14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.

Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atau vicarious conditioning. Misalnya seorang siswa melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious reinforcement. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M. 1998a : 4).

PENULISAN KARYA ILMIAH

1. Pendahuluan

Penulisan karya ilmiah melibatkan tiga perencanaan: isi, format dan teknik penulisan, serta bahasa.
1.1 Perencanaan Isi
· Produk berpikir konseptual dan analitis
· Prinsip pengklasifikasian, pembagian, dan keruntutan
· Kaidah kelengkapan dan konsistensi.

1.2 Perencanaan Format dan Teknik Penulisan
· Standar (Universal)
· Lazim (Selingkung)
· Konvensional

1.3 Perencanaan Bahasa (Ragam Ilmiah)
· Nada formal dan objektif
· Lazim bertitik tolak orang ketiga dan kalimat pasif
· Gramatik konsisten
· Berbeda dengan ragam bahasa sastra dan bahasa keseharian
· Berada pada tingkat resmi, bukan tingkat keseharian (kolokial)
· Berbentuk wacana pemaparan (ekspositori)
· Pengungkapan dengan lengkap, jelas, ringkas, dan tepat.
· Terhindar dari unsur bahasa yang usang, kolot, dan basi.
· Terhindar dari ungkapan yang ekstrim dan emosional.
· Terhindar dari kata-kata yang mubazir.
· Sebagai alat komunikasi pikiran, bukan perasaan.
· Berukuran sedang dalam panjang kalimat.
· Lazim dilengkapi dengan gambar, diagram, peta, daftar, dan tabel.

AWAS, banyak penulis GAGAL merealisasikan ragam ilmiah karena kesalahan pemilihan dan pembentukan kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. AKIBATNYA, ragam tidak memenuhi syarat dan ragam bahasa ilmiah yang tidak bergengsi.

2. Pengembangan Gagasan ke dalam Bentuk Paragraf
· Syarat: utuh, padu, dan terkembang
· Komponen: gagasan dasar (kalimat topik) dan gaasan pengembang (kalimat pengembang)
· Gagasan pengembang: fakta, contoh, definisi, ilustrasi, kualifikasi, rincian, data statistik, analog, perbandingan, urutan kausalitas, dan urutan peristiwa
· Struktur: induktif, deduktif, dan kombinasi
· Pengungkapan visual: tabel, gambar, diagram, figurasi, poligon yang berfungsi sebagai supplemen pengungkapan verbal (dirujuk dalam teks).

3. Kaidah Tata Tulis Ilmiah
3.1 Kaidah Universal
· penggunaan ragam bahasa tulis ilmiah
· penggunaan bahasa yang baik dan benar
· penggunaan ejaan dan tanda baca
· penggunaan kata, lambang, peristilahan, kalimat, dan paragraf.

3.2 Kaidah Selingkung
· norma konvensi
· bisa berbeda satu lembaga dengan lembaga lain
· format pelaporan (pembagian bab) dan format-format penunjang yang lain: halaman sampul, judul, persetujuan, pengesahan, pelampiran.
· penulisan halaman sampul, halaman judul, penulisan judul dan subjudul, pengutipan, penulisan tabel, gambar, penulisan halaman, dan penulisan daftar pustaka.

3.2.1 Penulisan Judul, Judul Bab, dan Subbab
· Judul dan judul bab ditulis dengan huruf kapital semua
· Subjudul ditulis dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama tiap unsur kata
· Kata depan ditulis dengan huruf kecil semua (di, ke, dari, pada, untuk, bagi, yang)
· Huruf pertama pada perulangan (kedua) yang menjadi subjudul ditulis dengan huruf kecil (Faktor-faktor…, Sumber-sumber…)
· Penomoran bab menggunakan angka romawi: I, II, III, IV, dan V.
· Penomoran subjudul dapat menggunakan angka arab atau campuran huruf dan angka.

3.2.2 Penulisan Kutipan
Pengutipan dilakukan dengan menuliskan nama akhir, tahun, dan halaman sumber rujukan. Contoh: Menurut Soedardji (2003:11), …. Jika ada dua pengarang, pengutipan dilakukan dengan menyebut nama akhir kedua pengarang tersebut. Contoh: Menurut Chairul dan Agustin (1995:23), …. Jika pengarang lebih dari tiga, penulisan rujukan dilakukan dengan menulis nama akhir pengarang pertama diikuti dengan dkk. Contoh: Menurut Amry, dkk. (1989:215), …. Jika nama pengarang tidak disebutkan, yang dicantumkan dalam rujukan adalah nama lembaga yang menerbitkan, nama dokumen yang diterbitkan, atau nama koran. Contoh: Kompas (Minggu, 29 Februari 2004) menulis bahwa…. Untuk karya terjemahan, perujukan dilakukan dengan menulis nama pengarang asli. Menurut Rujukan dari dua sumber atau lebih oleh pengarang yang berbeda dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma sebagai pemisah. Contoh: …… (Soedardjo, 2003:23; Chairul, 2003:19).

Rujukan dapat dibedakan menjadi rujukan langsung dan rujukan tidak
langsung. Rujukan langsung dibedakan menjadi rujukan langsung kurang dari 40 kata dan rujukan langsung lebih dari 40 kata. Kedua rujukan langsung tersebut penulisannya berbeda.

3.2.2.1 Rujukan Langsung
3.2.2.1.1 Rujukan Kurang dari 40 Kata
Rujukan langsung kurang dari 40 kata ditulis di antara tanda kutip (“…”) sebagai bagian terpadu dalam teks utama, dan diikuti nama pengarang, tahun, dan nomor halaman. Nama pengarang dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau menjadi satu dengan tahun dan nomor halaman di dalam kurung. Perhatikan contoh nama pengarang disebut dalam teks secara terpadu berikut.

The Liang Gie (1994:62) merumuskan,”Membaca ragam sepintas ialah membaca secara cepat yang kadang-kadang disertai melompat-lompat terhadap suatu bacaan.”

Berikut contoh perujukan dengan cara nama pengarang disebut bersama dengan tahun dan nomor halaman.
Rumusan membaca ragam sepintas adalah, “Membaca secara cepat yang kadang-kadang disertai melompat-lompat terhadap suatu bacaan” (The, 1994:62).

Jika dalam rujukan terdapat tanda kutip, digunakan tanda kutip tunggal (‘….’). Perhatikan contoh berikut!
“Dari kalangan yang kurang memahami manfaatnya yang sangat besar dan merata sering terlontar pertanyaan yang berbunyi ‘Buat apa sih buku-buku teks itu?’” (Tarigan & Tarigan, 1993:15).

3.2.2.1.2 Rujukan 40 Kata atau Lebih
Rujukan yang berisi 40 kata atau lebih ditulis tanpa tanda kutip secara terpisah dari teks utama yang mendahului, dimulai pada ketukan keenam dari garis tepi sebelah kiri, dan diketik dengan spasi tunggal. Kemudian cantumkan nama akhir pengarang, tahun, dan halaman. Contoh:
Hairston (1981:44) menuliskan situasi ketika seseorang akan menulis,

Every time you begin a writing task, you are working in specific situation. You have a topic, you are going to write about, you have a person or persons who will read or listen to what you have written, and you have a reason for writing.


Jika ada sebagian rujukan langsung dihilangkan, kata-kata yang dihilangkan tersebut diganti dengan tiga titik (…). Jika yang dihilangkan banyak, bagian tersebut diganti dengan tanda titik satu baris halaman. Perhatikan contoh berikut ini!
Marwoto (2001:33) menyatakan,”Filsafat harus menjadi teoretis, demikian tampaknya gagasan Marcuse. Sebagai seorang neomarxis,…, gagasannya ini menyimpang dari apa yang diyakini Karl Marz, filsafat harus menjadi praksis.”

Marwoto (2001:35) mengutip pendapat Marcuse tentang seni,”Marcuse mengatakan ada dua karakter dari seni klasik. Sebagai bagian dari kebudayaan yang mapan, seni itu afirmatif, meneruskan kebudayaan yang ada. Sebagai alienasi dari realitas yang mapan, seni mempunyai kekuatan menegasi. .…”

3.2.2 Rujukan Tidak Langsung
Rujukan tidak langsung adalah rujukan yang dikemukakan dengan bahasa penulis sendiri. Perujukannya ditulis tanpa tanda kutip dalam spasi rangkap dan terpadu dengan teks utama, kemudian dituliskan pula nama akhir pengarang, tahun, dan nomor halaman.

Contoh penulisan rujukan tidak langsung dengan nama pengarang terpadu dalam teks utama:
Rofiqi (2001:50) berpendapat bahwa kesusastraan merupakan industri, suatu model produksi sosial.

Contoh penulisan rujukan tidak langsung dengan penulisan nama pengarang dan tahun di dalam kurung:
Kesusastraan merupakan industri, suatu model produksi sosial (Rofiqi, 2001:50).

3.2.3 Penyajian Tabel dan Gambar
· Tabel
· Tujuan:
a. Mensistematisasikan data statistik
b. Memfasilitasi pemahaman dan penafsiran data
c. Memfasilitasi pencarian hubungan antardata

· Prinsip penyajian tabel:
a. Tampilan sederhana dan jelas
b. Jika tampilan >1/2 halaman disajikan pada halaman tersendiri.
c. Jika tampilan <1/2 halaman diintegrasikan dalam teks
d. Diberikan identitas (nomor dan nama)
e. Jika lebih dari satu halaman, bagian kepala tabel diulang pada halaman berikutnya dan diberikan tulisa Lanjutan Tabel pada tepi kiri halaman berikutnya.
f. Setiap huruf pertama nama tabel ditulis kapital, kecuali kata depan.
g. Kata Tabel ditulis mulai tepi kiri, diikuti nomor dan nama tabel.
h. Jika nama tebel lebih dari satu baris, baris kedua dst. dimulai sejajar dengan huruf awal baru.
i. Judul tabel tidak diakhiri dengan tanda baca
j. Berikan jarak tiga spasi antara teks sebelum dan sesudah tabel
k. Nomor tabel dimulai dari nomor 1
l. Garis paling atas tebel dimulai tiga spasi di bawah nama tebel.
m. Penulisan nomor, persen, dan frekuensi dengan singkatan.
n. Garis horizontal perlu dibuiat, tetapi garis vertical kanan, tengah, dan kiri tidak perlu
o. Tabel kutipan perlu disebutkan sumber.

· Gambar
· Yang termasuk gambar: foto, grafik, peta, sket, dan diagram
· Tujuan penggunaan gambar:
a. Visualisasi data/pernyataan kualitatif
b. Visualisasi hubungan antarvariabel
c. Penyajian data statistik dengan grafik

· Prinsip penyajian gambar:
a. Judul gambar di bawah presentasi gambar
b. Cara penulisan nama gambar sama dengan penulisan tabel
c. Gambar harus jelas dan komunikatif
d. Gambar >1 halaman disajikan dalam halaman tersendiri
e. Penyebutan adanya gambar seharusnya sebelum adanya gambar
f. Gambar diacu dengan nomor dan nama gambar
g. Penomoran gambar dengan angka Arab

· Petunjuk praktis penulisan
a. Jarak antara gambar/tabel dengan teks sebelum atau sesudahnya tiga spasi.
b. Judul tabel/gambar diketik satu halaman dengan tabel atau gambarnya.
c. Tepi kanan teks tidak harus rata.
d. Tempatkan nomor halaman di tepi kanan atas, kecuali halaman di awal bab ditempatkan di tengah bawah.
e. Nama pengarang yang ada pada teks (yang dikutip) harus sama dengan nama yang ada pada daftar pustaka.
f. Nama awal dan tengah pengarang dapat disingkat atau ditulis sempurna, asal taat asas dalam satu daftar.


3.2.4 Penulisan Daftar Pustaka
· buku
· buku kumpulan artikel (ada editornya)
· artikel dalam buku kumpulan artikel (ada editornya)
· artikel jurnal
· artikel majalah/Koran
· dokumen resmi pemerintah
· karya terjemahan
· skripsi, tesis, disertasi,
· makalah yang disajikan
· internet

Pada dasarnya, unsur yang dituliskan dalam daftar pustaka meliputi: (1) nama pengarang (ditulis dengan urutan nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanpa gelar akademik), (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk subjudul, (4) tempat penerbitan, dan (5) nama penerbit. Setiap unsur tersebut diakhiri dengan tanda titik (.), kecuali antara kota tempat penerbit dan nama penerbit yang dipisahkan dengan tanda titik dua.

3.2.4.1 Pustaka dari Buku
Tahun penerbitan ditulis setelah nama pengarang diakhiri dengan tanda titik, judul digarisbawahi per kata atau dicetak miring, dengan huruf besar pada awal kata, kecuali kata hubung. Tempat penerbitan dan nama penerbit dipisahkan dengan tanda titik dua. Baris pertama dimulai dari margin kiri, baris kedua, dan seterusnya masuk enam ketuk. Jarak antara baris dalam satu rujukan satu spasi, jarak antara rujukan yang satu ke yang lain dua spasi.

Hairston, Maxine C. 1981. Succesful Writing: A Rhetoric for Advanced Composition. New York: W.W. Norton & Co.

Jika Anda menggunakan beberapa buku oleh pengarang yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama, penulisannya adalah tahun penerbitan diikuti dengan huruf a, b, c, dan seterusnya.
Cornet, L. & K. Weeks. 1985a. Career Ladder Plans: Trends and Emerging Issues-1985. Atlanta: Career Ladder Clearinghouse.
Cornet, L. & K. Weeks. 1985b. Planning Career Ladders: Lessons from the States. Atlanta: Career Ladder Clearinghouse.

3.2.4.2 Pustaka dari Buku yang Berisi Artikel (Ada Editornya)
Cara menuliskannya sama dengan rujukan dari buku hanya ditambah dengan tulisan (Ed.) jika hanya satu editor dan (Eds.) jika lebih dari satu editor. (Ed.) atau (Eds.) tersebut ditempatkan di antara nama pengarang dan tahun penerbitan.
Maurice, Catherine dan Masyita, Dewi. (Eds.). 1996. Behavioral Intervention for Young Children with Autism: A Manual for Parents and Professionals. Austin, Texas: 8700 Shoal Creek Boulevard.

Mintowati, Maria (Ed.). 1990. Butir-Butir Pemerolehan Bahasa Kedua. Surabaya: Nasional.


3.2.4.3 Pustaka dari Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel (Ada Editornya)
Nama pengarang artikel ditulis di depan, diikuti tahun penerbitan. Judul artikel diapit tanda kutip, tidak perlu dicetak miring atau digarisbawahi per kata. Nama editor ditulis seperti urutan yang sebenarnya, diberi keterangan (Ed.) atau (Eds.) Judul buku yang berisi kumpulan artikel dicetak miring atau digarisbawahi per kata, nomor halaman dituliskan dalam kurung.
Loovas, O. Ivar. 1996. “The UCLA Young Autism Model of Service Delivery” dalam Catherine Mauricea dan Dewi Masyita. (Eds.), Behavioral Intervention for Young Children with Autism (hlm. 241—248). Austin, Texas: 8700 Shoal Creek Boulevard.


3.2.4.4. Pustaka Artikel dalam Jurnal
Nama penulis ditulis, diikuti tahun. Judul artikel diapit tanda kutip, judul jurnal dicetak miring atau digarisbawahi. Berikutnya jurnal tahun ke berapa, nomor berapa, dan halaman berapa.
Marwoto, Y. 2001. “Seni dan Subversi” dalam Basis, Nomor 09-10, Tahun ke-50, September-Oktober, (hlm.32—37).


3.2.4.5 Pustaka dari Artikel dalam Koran atau Majalah
Nama pengarang ditulis paling depan, dikuti tahun, tanggal, dan bulan. Judul artikel ditulis di antara tanda kutip, nama koran atau majalah dicetak miring atau digarisbawahi per kata.
Hidayat, Dedy N. 2004. “Amerikanisasi Industri Kampanye Pemilu” dalam Kompas, Rabu, 11 Februari, (hlm. 4).

Hidayat, Dedy N. 2004. “Amerikanisasi Industri Kampanye Pemilu” dalam Kompas, Rabu, 11 Februari, (hlm. 4).

3.2.4.6 Pustaka dari Koran Tanpa Pengarang
Nama koran ditulis paling depan, dicetak miring atau digarisbawahi, tahun diikuti tanggal dan bulan, kemudian judul artikel diapit tanda kutip dan nomor halaman.
Kompas. 2004, 11 Februari. “Makro-Ekonomi Mendekati 1997”. (hlm. 25).

3.2.4.7 Pustaka Berupa Karya Terjemahan
Nama pengarang asli ditulis, diikuti tahun, judul terjemahan, nama penerjemah, tempat penerbit, nama penerbit.
Ary, D., L.C. Jacobs, & A. Razavieh. 1982. Pengantar Penelitian Pendidikan. (Penerjemah: Arief Furchan). Surabaya: Usaha Nasional.

3.2.4.8 Pustaka Berupa Skripsi, Tesis, atau Disertasi
Penulisan rujukan ini adalah nama penyusun, diikuti tahun, judul disertai pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, nama kota, nama fakultas serta nama perguruan tinggi. Perhatikan contoh berikut ini.
Suhartono. 2005. Implikatur Percakapan dalam Tuturan Berbahasa Indonesia Lisan Formal Warga Masyarakat Tutur Mojokerto. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

3.2.4.9 Pustaka Berupa Makalah dalam Seminar
Penulisannya adalah nama pengarang, tahun, judul makalah, kemudian diikuti pernyataan “Makalah disajikan dalam…, nama pertemuan, lembaga penyelenggara, dan tempat penyelenggara.”
Sudikan, Setya Yuwana. 2004. “Pendekatan Kontesktual dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra: Perspektif Pluralisme Budaya”. Makalah disajikan pada Seminar Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas egeri Surabaya, 17 Februari.

Yang perlu Anda perhatikan lagi adalah sumber rujukan yang ditulis sesuai dengan kaidah di depan harus Anda urutkan dalam abjad (setelah nama akhir pengarang ditulis paling depan, kecuali nama Cina), tanpa dinomori. Dari sejumlah contoh tadi, beginilah daftar rujukannya.

Daftar Pustaka
Ary, D., L.C. Jacobs, & A. Razavieh. 1982. Pengantar Penelitian Pendidikan. (Penerjemah: Arief Furchan). Surabaya: Usaha Nasional.

Cornet, L. & K. Weeks. 1985a. Career Ladder Plans: Trends and Emerging Issues—1985. Atlanta: Career Ladder Clearinghouse.

Cornet, L. & K. Weeks. 1985b. Planning Career Ladders: Lessons from the States. Atlanta: Career Ladder Clearinghouse.




3.2.6 Format dan Sistematika Penulisan
Sistematika
Alternatif Pertama
· Judul bab ditulis dengan huruf kapital semua dengan ditempatkan di tengah.
· Peringkat ke-1 ditandai dengan angka 2 digit yang dipisahkan oleh tanda titik, tetapi tidak diakhiri dengan titik, dan dimulai dari tepi kiri. Judul subbabini ditulis dengan huruf kapital dan kecil dan tebal
· Peringkat ke-2 ditandai dengan angka 3 digit yang dipisahkan oleh tanda titik, tetapi tidak diakhiri dengan titik, dan dimulai dari tepi kiri. Judul subbab ini ditulis dengan huruf kapital dan kecil dan tebal.
· Peringkat ke-3 ditandai dengan angka 4 digit yang dipisahkan oleh tanda titik, tetapi tidak diakhiri dengan titik, dan dimulai dari tepi kiri. Judul subbabini ditulis dengan huruf kapital dan kecil dan tebal.
· Peringkat ke-4 ditandai dengan angka 5 digit yang dipisahkan oleh tanda titik, tetapi tidak diakhiri dengan titik, dan dimulai dari tepi kiri. Judul subbabini ditulis dengan huruf kapital dan kecil dan tebal.

Alternatif Kedua
· Judul bab ditulis dengan huruf kapital semua dengan ditempatkan di tengah.
· Peringkat ke-1 ditandai dengan huruf kapital (A, B, C, dan seterusnya) memakai titik dan ditulis dari tepi kiri; ditulis dengan huruf kapital dan kecil; serta dicetak tebal.
· Peringkat ke-2 ditandai dengan angka (1, 2, 3, dan seterusnya) yang diakhiri dengan titikdan dimulai dari tepi kiri; ditulis dengan huruf kapital dan kecil; serta dicetak tebal.
· Peringkat ke-3 ditandai dengan huruf kecil (a, b, c, dan seterusnya) yang diakhiri oleh tanda titik dan dimulai dari tepi kiri. Judul subbabini ditulis dengan huruf kapital dan kecil serta dicetak tebal.
· Peringkat ke-4 ditandai dengan angka dalam kurung tutup ( 1), 2), 3) dan seterusnya) yang diakhiri dengan titik, dan dimulai dari tepi kiri. Judul subbabini ditulis dengan huruf kapital dan kecil serta dicetak tebal.
· Peringkat ke-5 ditandai dengan huruf kecil dalam kurung tutup ( a), b), c) dan seterusnya) yang diakhiri dengan titik, dan dimulai dari tepi kiri. Judul subbab ini ditulis dengan huruf kapital dan kecil serta dicetak tebal.
· Peringkat ke-6 ditandai dengan angka dalam kurung buka dan kurung tutup ( (1), (2), (3) dan seterusnya) yang diakhiri dengan titik, dan dimulai dari tepi kiri. Judul subbab ini ditulis dengan huruf kapital dan kecil serta dicetak tebal.

Joyful Learning sebagai Landasan Pembelajaran Siswa Aktif

Pembelajaran yang menyenangkan sebenarnya merupakan strategi, konsep dan praktik pembelajaran yang merupakan sinergi dari pembelajaran bermakna, pembelajaran kontekstual, teori konstruktivisme, pembelajaran aktif (active learning) dan psikologi perkembangan anak. Dengan demikian walaupun esensinya sama, bahkan metodologi pembelajaran yang dipilih juga sama, tetap ada spesifikasi yang berbeda terkait dengan penekanan konseptualnya yang relevan dengan perkembangan moral dan kejiwaan anak. Anak akan bersemangat dan gembira dalam belajar karena mereka tahu apa makna dan gunanya belajar, karena belajar sesuai dengan minat dan hobinya (meaningful learning) karena mereka dapat memadukan konsep pembelajaran yang sedang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari, bahkan dengan berbagai topik yang sedang “in” berkembang di masyarakat.

Mereka dapat belajar dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya (contextual teaching and learning). Mereka juga bergembira dalam belajar karena memulainya dari sesuatu yang telah dimilikinya sendiri, sehingga timbul rasa “PD” (percaya diri) dan itu akan menimbulkan perasaan diakui dan dihargai yang menyenangkan hatinya karena ia diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya (teori konstruktivisme) sesuai ciri-ciri perkembangan fisiologis dan psikologisnya. Hal tersebut pada gilirannya akan memotivasi mereka untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran karena atmosfer pembelajaran yang sesuai kepentingannya dan diciptakannya sendiri.

Dalam hal ini, sampai kira-kira anak-anak berusia remaja, pembelajaran yang menyenangkan akan seiring dengan belajar sambil bermain, yang mau tidak mau akan mengajak peserta didik untuk aktif. Sambil bermain mereka aktif belajar dan sambil belajar mereka aktif bermain. Dalam bermain mereka mendapatkan hikmah esensi suatu pengetahuan dan keterampilan, sambil belajar mereka melakukan refreshing agar kondisi kejiwaan mereka tidak dalam suasana tegang terus-menerus. Tidak ada metode standar untuk pembelajaran yang menyenangkan ini. Setiap guru sesuai dengan konteks kelas dan perkembangan usia mental siswa dapat memilah dan memilih metode yang sesuai atau bahkan metode yang diciptakannya sendiri.

Sebagai contoh, dalam pembelajaran matematika atau IPA (sains) di kelas III SD, siswa bermain pesawat terbang kertas (origami) sambil belajar. Setiap anak menyiapkan soal matematika yang ditulis di sisi sayap sebelah kiri, kemudian pesawat terbang diterbangkan. Pesawat terbang meluncur, siswa yang kebetulan kejatuhan dan atau tertabrak pesawat terbang itu adalah siswa yang wajib menjawab soalnya di sisi sayap sebelah kanan. Setiap anak berkesempatan untuk menerbangkan pesawat terbangnya sendiri, dengan kata lain, setiap siswa diberi kesempatan secara aktif membuat soalnya sendiri. Pesawat terbang menabrak guru, menabrak tembok atau kebetulan menerobos keluar jendela? Mari tertawa bersama. Pada akhir pembelajaran guru dan para siswa melakukan refleksi dan penarikan simpulan bersama. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

Guru kelas, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada kesempatan lain menugasi anak-anak berkirim surat dengan bahasa mereka sendiri ke alamat orangtua, nenek, atau saudara maupun sahabat karibnya yang tidak tinggal se kota. Isi surat menanyakan keadaan kesehatan, keadaan sekolahnya, atau apakah kambingnya atau kucingnya sudah beranak belum, kalau sudah beranak berapa ekor, siapa saja namanya dan lain sebagainya. Alamat pengirim harus di sekolah dan jawaban surat pun disarankan untuk di alamatkan ke sekolah. Jika sebagian besar jawaban sudah diterima maka surat dapat dibaca secara bergantian di depan kelas. Jika waktu terbatas dapat dipilih secara acak oleh guru, atau dipilih bersama-sama oleh guru dengan para siswa. Di samping mendapatkan pembelajaran tentang tata bahasa, kosa kata, cara menulis surat yang baik, acapkali akan timbul keharuan dan kelucuan yang menggembirakan di sana.

Dalam kaitan dengan pembelajaran kontekstual, bisa saja misalnya menjelang tanggal 22 Desember dalam kaitan Hari Ibu siswa dari sekolah berkirim surat khusus kepada ibunya di rumah dan menyatakan rasa cinta dan penghargaan kepada ibu yang telah membesarkan dan merawatnya dengan cinta kasih. Anda bisa membayangkan apa kira-kira isi surat balasan para ibu tersebut kepada puteranya di sekolah. Keharuan yang muncul, tidak mustahil akan mendatangkan rasa kasih dan saling pengertian yang lebih dalam, hubungan yang lebih mesra dan hangat antara ibu dan anak.

Bisa jadi, guru PPKn menugasi para siswa mengarang sebuah surat saran atau usul tentang cara-cara memberantas korupsi dan ditujukan kepada Ketua DPRD, Gubernur atau Wali Kota, biar mereka surprise, mungkin juga sesaat menjadi bengong, tetapi dapat diyakini mereka akan merespons dan menjawab surat tersebut dan mengirimkan jawabannya ke alamat siswa di sekolah.

Model lain misalnya dalam pembelajaran sains, konsep sains ditanyakan melalui metode Komunikata seperti yang ditayangkan dalam sebuah stasiun TV swasta. Atau saat belajar mengenai konsep sains tertentu, dilaksanakan melalui suatu permainan. Misalnya 30 siswa dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing beranggotakan 10 orang peserta didik. Guru menyiapkan, misalnya, tiga gambar binatang yang berbeda bagi setiap kelompok. Setiap kelompok dibariskan satu demi satu. Gambar ditunjukkan pada anak yang berdiri paling belakang. Kemudian anak yang berdiri paling belakang mencoba menggambarkan contoh gambar yang dilihatnya di atas sehelai kertas di punggung temannya yang berdiri tepat di depannya. Berdasarkan apa yang dirasakannya, kemudian anak yang punggungnya dipergunakan sebagai kanvas tersebut menggambar lagi gambar tersebut di punggung teman yang berdiri tepat di depannya. Demikian seterusnya sampai ke siswa yang berdiri paling depan. Siswa yang berdiri paling depan adalah Ketua Kelompok yang dipilih oleh siswa sendiri, ia yang kemudian menebak gambar apa yang digambar teman-temannya.

Dalam menebak gambar, siswa tersebut tidak boleh menebak langsung jenis hewan yang digambar, tetapi guru dapat memberi ketentuan misalnya harus dimulai dengan pertanyaan, hewan tersebut tergolong vertebrata atau invertebrata, di mana habitatnya, apa makanannya, bagaimana caranya berkembang biak, hewan tersebut mengalami metamorfosis atau tidak dan seterusnya. Bisa dipersiapkan 5 -10 pertanyaan yang telah diarahkan oleh guru. Setiap kali Ketua Kelompok bertanya maka anggota kelompok menjawab bersama-sama cukup dengan kata Ya atau Bukan. Siswa boleh mengembangkan sendiri jenis dan jumlah pertanyaannya. Pada akhirnya Ketua Kelompok boleh menyebutkan jenis binatang itu. Ini adalah jenis refleksi aktif yang menyenangkan oleh siswa. Pada akhir sesi guru memimpin refleksi dan simpulan umum, memberi penekanan terhadap konsep tertentu atau catatan di sana-sini perihal sesuatu yang mungkin dilupakan siswa selama proses refleksi. Di samping memperoleh manfaat berupa penguatan pemahaman konsep sains, pembelajaran aktif yang menyenangkan ini juga melatih kecerdasan emosi, perasaan, kerja sama dan imaginasi.

KELAS MASA DEPAN

Gambaran kelas masa depan disampaikan oleh Gary Flewelling dan William Higginson (2003). Menurut kedua ahli tersebut gambaran kelas masa depan yang berkaitan dengan pengertian disiplin/mata pelajaran/pokok bahasan, peran dan fungsi guru, peran siswa peserta didik adalah sebagai berikut:

1. Mata pelajaran/Pokok bahasan
Mata pelajaran atau dalam lingkup yang lebih kecil adalah pokok bahasan pada hakikatnya merupakan pengalaman yang berbeda-beda bagi setiap siswa, berkembang sebagai cara berpikir (way of thinking), cara untuk berkomunikasi, baik antar siswa, antar guru, antara siswa dengan guru, cara untuk memandang dunia yang memiliki hubungan yang signifikan dengan seluruh aspek pengalaman manusia.

2. Guru
(i) Memberikan stimulasi kepada siswa dengan menyediakan tugas-tugas pembelajaran yang kaya (rich learning tasks) dan terancang baik untuk meningkatkan perkembangan intelektual, emosional, spiritual dan sosial.
(ii) Berinteraksi dengan siswa untuk mendorong keberanian, mengilhami, menantang, berdiskusi, berbagi, menjelaskan, menegaskan, merefleksi, menilai dan merayakan perkembangan, pertumbuhan dan keberhasilan.
(iii) Menunjukkan keuntungan/manfaat yang diperoleh dari mempelajari suatu pokok bahasan
(iv) Berperan sebagai seseorang yang membantu, seseorang yang mengerahkan dan memberi penegasan, seseorang yang memberi jiwa dan mengilhami siswa dengan cara membangkitkan rasa ingin tahu, rasa antusias, gairah dari seorang pembelajar yang berani mengambil risiko (risk taking learner), dengan demikian guru berperan sebagai pemberi informasi (informer), fasilitator dan seorang artis.

3. Siswa
(i) Membangun pengetahuannya sendiri terkait pokok bahasan/mata pelajaran melalui proses eksplorasi, interaksi dan refleksi dan berpusat pada tugas pembelajaran yang kaya
(ii) Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan sesuai dengan bidang bahasan mata pelajaran, mengembangkan keterampilan berkomunikasi, memecahkan masalah, pemikiran logis, pemikiran kreatif, teknologi, kemampuan mandiri dan salingketergantungan.
(iii) Menggunakan keterampilannya agar dapat bekerja secara efektif, penuh percaya diri, peka dan penuh kejujuran dalam situasi yang penuh tantangan baru, penuh kompleksitas dan kendala, perbedaan, bias, ketidaktentuan dan berbagai kerancuan.
(iv) Berperan sebagai individu yang mampu menyeleksi dan menggunakan secara bijaksana berbagai kaidah dan hukum keilmuan yang telah ada, memahami prinsip-prinsip dan pola yang melatarbelakangi berbagai hukum tersebut, menciptakan hukum-hukum baru agar bisa lebih efektif sesuai dengan situasi yang sedang berlangsung, maka peran utama siswa adalah sebagai pengguna ilmu, penuntut ilmu dan pencipta ilmu (complier, cognizer and creator).

Berdasar paradigma mutakhir tentang Kelas Masa Depan di atas, maka jargon aktif, kreatif, efektif adalah conditio sine quanon (syarat mutlak) bagi berlangsungnya pembelajaran. Singkatnya, pembelajaran yang tidak memenuhi syarat aktif, kreatif dan efektif bukan pembelajaran namanya. Pada gilirannya pembelajaran yang aktif, kreatif dan efektif akan lebih menarik minat siswa, siswa merasakan manfaat dan guna belajar (meaningful learning) dan atmosfer pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning) secara otomatis akan tercapai.
Apa yang pernah diteliti dan disampaikan oleh Vernon A. Magnesen (Gordon Dryden dan Jeannette Vos dalam The Learning Revolution, 1999) agaknya memperkuat esensi pembelajaran aktif, yakni bahwa kita belajar dari :
o 10% dari apa yang kita baca
o 20% dari apa yang kita dengar
o 30% dari apa yang kita lihat
o 50% dari apa yang kita lihat dan dengar
o 70% dari apa yang kita katakan
o 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan

Terlihat bahwa makin aktif kita makin banyak belajar pula kita. Dalam pada itu para ahli pembelajaran kontekstual mengatakan bahwa:” Siswa akan belajar baik jika secara aktif mengkonstruksikan pemahaman mereka sendiri” (CTL Academy Fellow, 1999).

Rabu, 14 Januari 2009

Hakikat Pembelajaran IPA

Pada dasarnya manusia ingin tahu lebih banyak tentang IPA atau Sains, antara lain sifat sains, model sains, dan filsafat sains. Pada saat setiap orang mengakui pentingnya sains dipelajari dan dipahami, tidak semua masyarakat mendukung. Pada umumnya siswa merasa bahwa sains sulit, dan untuk mempelajari sains harus mempunyai kemampuan memadai seperti bila akan menjadi seorang ilmuan. Ada tiga alasan perlunya memahami sains antara lain, pertama bahwa kita membutuhkan lebih banyak ilmuan yang baik, kedua untuk mendapatkan penghasilan, ketiga karena tiap kurikulum menuntut untuk mempelajari sains. Mendefinisikan sains secara sederhana, singkat dan yang dapat diterima secara universal sangat sulit dibandingkan dengan mendefinisikan ilmu-ilmu lain.

Beberapa ilmuwan memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden order, yaitu “ Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.”
Sains mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas,2002a: 1).

Belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’, akan tetapi belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Berdasar pada definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa sains selain sebagai produk juga sebagai proses tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Pernyataan di atas selaras dengan pendapat Carin yang menyatakan bahwa sains sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum dan teori sains. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris di dalam sains dan konsep, prinsip, hukum-hukum, teori merupakan kegiatan-kegiatan analisis di dalam sains. Sebagai proses sains dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau metode ilmiah, melalui keterampilan menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan keterampilan spesial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data, mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap sains dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi skeptis, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya sains terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.

Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri.
Melalui pelajaran fisika diharapkan para siswa memperoleh pengalaman dalam membentuk kemampuan untuk bernalar deduktif kuantitatif matematis berdasar pada analisis kualitatif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip fisika (Depdiknas, 2002a: 6).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam pembelajaran fisika untuk meneliti masalah-masalah harus melalui kerja ilmiah, yang disebut metode ilmiah yaitu: merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan ekperimen, menganalisis data pengamatan, serta menarik simpulan.

Ilmu Pengetahuan Alam (sains) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Hal ini berarti bahwa fisika harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal. Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata.

MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK PORTOFOLIO SERTIFIKASI GURU

Nama Media : Alat Peraga Peristiwa Terjadinya Siang dan Malam
Nama Sekolah : SDN SIMOKERTO IV Surabaya
Mata Pelajaran : IPA
Kelas/Semester : IV/2
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (1 kali pertemuan)

A. Standar Kompetensi:
9. Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi

B. Kompetensi Dasar:
9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi

C. Indikator:
1. Menjelaskan penyebab terjadinya siang dan malam
2. Menemukan peristiwa terjadinya siang dan malam melalui hasil percobaan dengan bola dan lilin menyala yang disimulasi menjadi bumi dan matahari
3. Mempresentasikan hasil percobaan di depan teman-temannya dengan menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
4. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan mengamati peristiwa terjadinya siang dan malam hari di lingkungan tempat tinggalnya.

D. Alat dan Bahan Pembuatan Media:
1. Bola Plastik
2. Spidol Marker
3. Jarum
4. Penghapus Pensil dari Karet
5. Lilin
6. Korek Api

E. Prosedur Pembuatan Media: (Cara/langkah-langkah, Gambar, Desain, dst)
1. Bola Plastik dimodelkan menjadi bumi dibagi menjadi 4 bagian dengan memberi tanda A, B, C, dan D dengan spidol marker (gambar 1).
2. Pasang bola plastik di atas karet penghapus dengan menggunakan jarum (gambar 2).
3. Lilin dim odelkan sebagai cahaya matahari, dan dipasang di depan bola dengan jarak sekitar 15-20 cm dan nyalakan dengan korek api (gambar 3).
4. Membuat panduan urutan pelaksanaan percobaan, tabel hasil pengamatan, dan pertanyaan pembahasan (lampiran 1).

F. Prosedur Penerapan: (urutan penerapan tahap demi tahap di kelas)

1. Guru menjelaskan alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan percobaan (gambar 1).
2. Siswa membentuk kelompok kooperatif sesuai petunjuk guru.
3. Siswa memperhatikan demonstrasi guru cara menggunakan alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan percobaan.
4. Siswa melakukan kegiatan percobaan peristiwa terjadinya siang dan malam sesuai panduan (gambar 2).
5. Siswa menuliskan dan menganalisis data hasil percobaan pada tabel dan menjawab pertanyaan pembahasan.
6. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kegiatan percobaan kelompok di depan kelas dan memajang hasil karyanya pada pigura pajangan di tembok kelas (gambar 3).
7. Kelompok lain memberikan tanggapan terhadap pekerjaan kelompok yang sedang presentasi.
8. Siswa membuat rangkuman hasil pembelajaran dengan panduan dari guru.
9. Guru memberi penugasan kepada siswa mengamati keadaan cahaya pada saat fajar, siang hari, sore hari, dan malam hari di lingkungan tempat tinggalnya.

CONTOH RPP TEMATIK SD KELAS 1

Nama Sekolah : SDN Simokerto IV Surabaya
Kelas/Semester : I/1
Tema : Diri Sendiri
Mata Pelajaran : IPA, Bahasa Indonesia, SBK, dan Matematika
Alokasi Waktu : 5 x 35 Menit (1 x pertemuan)

A. Standar Kompetensi
IPA
1. Mengenal anggota tubuh dan kegunaannya, serta cara perawatannya
BAHASA INDONESIA
1. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi, secara lisan dengan perkenalan dan tegur sapa, pengenalan benda dan fungsi anggota tubuh, dan deklamasi
SBK
4. Mengekspresikan diri melalui karya seni musik
MATEMATIKA
1. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20

B. Kompetensi Dasar :

IPA
1.1 Mengenal bagian-bagian tubuh dan kegunaannya serta cara perawatannya
BAHASA INDONESIA
2.3 Mendeskipsikan benda-benda di sekitar dan fungsi anggota tubuh dengan kalimat sederhana
SBK
4.4 Melafalkan lagu anak-anak
MATEMATIKA
1.1 Membilang banyak benda

C. Indikator :
1. Menyebutkan masing-masing kegunaan tubuh (IPA)
2. Mendeskripsikan fungsi anggota tubuh dengan kalimat sederhana (Bhs Indonesia)
3. Melafalkan lagu anak-anak yang ada hubungannya dengan anggota tubuh (SBK)
4. Menghitung jumlah bagian-bagian anggota tubuh (MTK)

D. Tujuan Pembelajaran:
1. Siswa dapat menyebutkan masing-masing kegunaan tubuh (IPA)
2. Siswa dapat mendeskripsikan fungsi anggota tubuh dengan kalimat sederhana (Bahasa Indonesia)
3. Siswa dapat melafalkan lagu anak-anak yang ada hubungannya dengan anggota tubuh (SBK)
4. Siswa dapat menghitung jumlah bagian-bagian anggota tubuh (MTK)

E. Materi Ajar/Pembelajaran:
Bagian Anggota Tubuh Manusia
1. Anggota tubuh manusia
Anggota tubuh manusia yang diperkenalkan adalah yang tampak oleh mata, misalnya mata, hidung, telinga, kulit, tangan, kepala, lidah, jari tangan, kaki, dan lain sebagainya.
2. Kegunaan anggota tubuh
Beberapa contoh kegunaan anggota tubuh yaitu mata untuk melihat atau mengamati berbagai benda yang ada di lingkungan sekitar, hidung untuk mencium bau berbagai benda terutama benda yang memiliki bau menyengat, telinga untuk mendengar berbagai bunyi benda, gigi untuk menggigit atau mengunyah makanan, lidah untuk mencicipi rasa, misalnya rasa makanan yang manis, pedas, atau asin, kulit untuk merasakan permukaan benda halus, kasar, dingin, panas, dan lain sebagainya.
3. Jumlah bagian anggota tubuh manusia
Jumlah bagian anggota tubuh manusia yaitu 2 mata, 1 hidung, 2 telinga, 2 tangan, 2 kaki, 10 jari tangan kanan kiri, dan lain sebagainya.

F. Metode Pembelajaran:
Pengamatan, Mendongeng, Demontrasi, Tanya Jawab, dan Penugasan

G. Langkah Kegiatan Pembelajaran:
a. Pendahuluan (± 1 x 35 Menit)
1. Guru mengecek kesiapan siswa, media, dan perlengkapan belajar kelas
2. Siswa mendengar cerita guru tentang manusia sebagai ciptaan Tuhan dalam bentuk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup lain.
3. Dengan menggunakan gambar tubuh manusia dan model tubuh manusia, guru dan siswa menyebutkan bagian-bagian tubuh secara urut dan berulang-ulang dari kepala sampai ke kaki sambil menunjuk ke bagian tubuh tersebut.
4. Siswa mendengar aktif informasi guru bahwa masing-masing anggota tubuh mempunyai kegunaan yang berbeda-beda dan kegunaan tersebut akan diketahui siswa melalui hasil pengamatan.
5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengajak siswa bertepuk tangan agar bersemangat dalam belajar.

b. Inti (± 3 x 35 Menit)
6. Siswa maju ke depan kelas secara bergantian dan menyebutkan bagian-bagian tubuh sendiri secara urut dari kepala sampai kaki.
7. Dengan menggunakan kartu bergambar tiap-tiap bagian tubuh, guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan pengamatan tentang kegunaan bagian-bagian tubuh, misalnya:
a. mata untuk melihat atau mengamati berbagai benda yang ada di lingkungan sekitar.
b. hidung untuk mencium bau berbagai benda terutama benda yang memiliki bau menyengat
c. telinga untuk mendengar berbagai bunyi benda.
d. Gigi untuk menggigit atau mengunyah makanan.
e. lidah untuk mencicipi rasa, misalnya rasa makanan yang manis, pedas, atau asin.
f. kulit untuk merasakan permukaan benda halus, kasar, dingin, panas, dan lainnya.
8. Guru dan siswa mempraktikkan kegunaan anggota tubuh dan menyebutkannya secara bersama-sama.
9. Secara bergantian, 2 orang siswa tampil di depan panggung kelas untuk menyebutkan bagian tubuh tertentu dan menyebutkan namanya. Setelah itu, saling bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan temannya tentang anggota tubuh dan kegunaannya.
10. Guru membimbing siswa menyebutkan jumlah masing-masing anggota tubuh secara berulang-ulang.
11. Berpasangan dengan teman sebangku, siswa bermain tanya-jawab dengan menghitung jumlah bagian-bagian tubuh pasangannya secara bergantian.
12. Guru dan siswa bernyanyi lagu “dua mata saya”.
13. Guru bertanya pada siswa, apa saja yang telah dipelajarinya, dan siswa menuliskannya dalam buku tulis masing-masing.

c. Penutup (± 1 x 35 Menit)
14. Siswa mendengar pesan-pesan moral guru untuk menjaga dan memanfaatkan semua anggota tubuh sebagai karunia Tuhan yang disyukuri.
15. Guru dan siswa bermain “kepala bernomor-siap”. Siswa menyebutkan nomor urut masing-masing. Guru memanggil salah satu nomor dan siswa yang nomornya dipanggil menjawab siap. Bila terlambat atau salah menjawab, siswa tersebut menceritakan apa yang telah dipelajari dan responnya terhadap proses pembelajaran.
16. Guru memberi penghargaan kepada seluruh siswa atas usahanya dalam belajar.

H. Sumber Belajar
1. Buku Siswa Kelas 1 Tematik Diri Sendiri. Halaman 11-15. Penerbit Ganesha Tahun 2007.
2. Kartu bergambar bagian-bagian anggota tubuh
3. Beberapa benda untuk kegiatan pengamatan saat praktik kegunaan anggota tubuh.
4. Gambar tubuh atau tubuh manusia.

I. Penilaian
Penilaian yang digunakan berbasis kelas dan menggunakan instrumen penilaian berikut ini.
Unjuk Kerja: Menyebutkan dan Mendeskripsikan bagian anggota tubuh.
Tes Tulis: Menjodohkan gambar anggota tubuh dan kegunaannya.

CONTOH RPP IPA SD KELAS IV (FORMAT BARU)

Nama Sekolah : SDN SIMOKERTO IV Surabaya
Mata Pelajaran : IPA
Kelas/Semester : IV/2
Alokasi Waktu : 4 x 35 menit (2 x pertemuan)

Standar Kompetensi : Energi dan Perubahannya
7. Memahami Gaya dapat Mengubah Gerak dan/atau Bentuk Suatu Benda
Kompetensi Dasar :
7.1. Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda.

Tujuan Pembelajaran Pertemuan 1:
1. Dengan mengamati demontrasi meja yang didorong dan ditarik dan bola yang dilempar ke atas secara berulang-ulang, serta mengamati gambar pada LKS 01A tentang suatu kegiatan di sekolah, siswa dapat membuat daftar berbagai gerak suatu benda.
2. Melalui penyajian informasi tentang gaya dapat mengubah gerak benda dan contohnya dalam presentasi power point, dan siswa menghubungkannya dengan membaca ide-ide penting pada buku siswa, siswa dapat menjelaskan pengertian gaya, macam-macam, dan satuannya.

Tujuan Pembelajaran Pertemuan 2:
3. Melalui kegiatan melakukan percobaan mendorong dan menarik suatu benda yang dapat mengubah gerak benda tersebut, siswa dapat menemukan bahwa gaya yang dapat berupa dorongan dan tarikan dan mengklasifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai gerak benda tersebut.
4. Melalui kegiatan presentasi, mengikuti, dan mereview presentasi temannya, siswa dapat menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru.
5. Dengan diberikan tugas yang terkait dengan penerapan gaya mengubah gerak benda dalam kehidupan sehari-hari, siswa dapat menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dan menyimpulkan bahwa gaya dapat mengubah gerak benda.

B. Materi Pembelajaran:
Gaya Dapat Mengubah Gerak Suatu Benda
1. Pengertian Gaya dan Satuannya
Gerakan menarik atau mendorong itu dalam IPA disebut gaya. Jadi gaya dapat menyebabkan benda bergerak atau berubah bentuk. Gaya tidak dapat dilihat tetapi pengaruhnya dapat dirasakan. Gaya tidak sama dengan tenaga (energi) meskipun keduanya saling berhubungan. Gaya juga dilakukan hewan atau mesin, misalnya sapi menarik gerobak dan lokomotif kereta api menarik rangkaian gerbong. Satuan gaya adalah newton.
2. Macam-macam Gaya
Gaya dapat dibagi menjadi beberapa macam, antara lain: Gaya otot, yaitu gaya yang dihasilkan oleh otot, misalnya tangan meremas benda. Gaya pegas, yaitu gaya yang dihasilkan oleh pegas, misalnya anak panah meluncur karena adanya pegas busur panah. Gaya magnet, yaitu gaya yang dihasilkan oleh magnet, misalnya dinamo sepeda. Gaya gesek, yaitu gaya karena adanya gesekan dua benda, misalnya ban kendaraan bergesekan dengan permukaan jalan. Gaya gravitasi, yaitu gaya tarik bumi, misalnya buku yang jatuh ke lantai.

3. Pengaruh Gaya terhadap Gerak Suatu Benda
Gaya dapat mengubah gerak suatu benda. Suatu benda dikatakan bergerak bila benda tersebut berubah posisi atau berubah tempatnya terhadap suatu titik acuan. Benda yang mula-mula diam bisa berubah menjadi bergerak setelah mendapatkan gaya. Benda yang sedang bergerak apabila mendapatkan gaya dapat mengakibatkan perubahan arah gerak benda.

C. Model dan Metode Pembelajaran:
1. Model : Pembelajaran Kooperatif (Pertemuan 1) Pembelajaran Langsung (Pertemuan 2)
2. Metode : Kelompok Berpasangan, Pengamatan, Percobaan, Presentasi, dan Tanya Jawab

D. Langkah Kegiatan Pembelajaran:
1. Pertemuan Pertama
a. Pendahuluan (± 15 Menit)
1) Setelah mempersiapkan siswa untuk belajar, guru menarik perhatian siswa dengan mendorong dan menarik meja guru secara berulang-ulang, melempar bola ke atas dan membiarkannya jatuh ke lantai, kemudian menanyakan pada siswa kegiatan yang dilakukan guru dan apa yang terjadi (Fase 1)
2) Siswa diminta menuliskan jawabannya dan mengkaitkan dengan gerak benda lainnya yang dikenal dan sering dilihat dalam kehidupan sehari-hari (Fase 1)
3) Siswa menceritakan hasilnya kepada teman pasangan sebangkunya. (Fase 1)
4) Guru memuji hasil kerja siswa dan berdasarkan hasil pengamatan siswa, guru mengkomunikasikan garis besar kompetensi dasar terkait dengan kegiatan yang baru dilakukan siswa, serta mengkaitkan pembelajaran sekarang dengan jawaban siswa dengan menampilkan presentasi power point. (Fase 1)

b. Kegiatan Inti (± 45 Menit)
5) Guru menyajikan informasi tentang gaya melalui presentasi power point (Fase 2)
6) Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar kooperatif dan menjelaskan cara belajar dalam model pembelajaran kooperatif. (Fase 3)
7) Guru membimbing tiap-tiap kelompok dalam bekerja sesuai dengan LKS 01A tentang suatu kegiatan di sekolah dan meminta siswa menuliskan hasil pengamatannya. (Fase 4)
8) Guru melakukan evaluasi dengan meminta setiap anggota kelompok saling berpasangan, dan saling mempresentasikan pekerjaannya. (Fase 5)
9) Berdasarkan hasil pengamatan, guru meminta siswa membaca ide-ide penting buku siswa dengan topik Apakah yang menyebabkan benda bergerak? & Macam-macam Gaya (Fase 2)
10) Guru membimbing siswa menghubungkan hasil bacaannya dengan hasil pengamatannya, kemudian hasilnya dirumuskan dengan menulis pengertian gaya, macam-macam gaya, dan satuan gaya menggunakan kalimatnya sendiri. (Fase 4)
11) Beberapa perwakilan kelompok diminta membacakan hasil rumusan pengertian gaya, macam-macam gaya, dan satuannya, anggota kelompok lainnya mengkritisi dan menyempurnakan rumusan yang dibaca temannya. (Fase 5)
12) Guru memberikan umpan balik dengan memuji pada aspek-aspek yang sudah benar dilakukan siswa. (Fase 6)
13) Siswa mengerjakan pertanyaan dan kesimpulan dalam LKS 01A. (Fase 5)
14) Guru dan siswa membahas jawaban soal-soal LKS 01A dan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya. (Fase 5)

c. Penutup (± 10 Menit)
15) Guru merangkum butir-butir penting seluruh pembelajaran dengan menanyakan kepada siswa apa saja yang telah dipelajarinya. (Fase 5)
16) Memberikan penghargaan kepada seluruh siswa atas partisipasi aktifnya dalam belajar. (Fase 6)

2. Pertemuan Kedua
a. Pendahuluan (± 10 Menit)
1) Setelah mempersiapkan siswa untuk belajar, guru dan siswa melakukan permainan tepuk tangan dengan yel-yel yang berhubungan dengan gaya, untuk memotivasi dalam belajar, teksnya ada dalam buku siswa. (Fase 1)
2) Guru kembali mengkomunikasikan garis besar kompetensi dasar yang terkait dengan kegiatan pembelajaran sebelumnya melalui presentasi power point. (Fase 1)
3) Guru membentuk kelompok siswa dan membagikan alat dan bahan per kelompok. (Fase 1)

b. Kegiatan Inti (± 50 Menit)
4) Guru menyajikan informasi tentang sumber belajar yang digunakan dalam kegiatan percobaan. (Fase 2)
5) Guru mendemontrasikan tahapan yang akan dilakukan dalam kegiatan percobaan seperti yang tercantum dalam LKS 01B dengan rincian: (a) Langkah-langkah yang perlu dilakukan, (b) Pembagian peran anggota di kelompok, dan (c) Cara melakukan pengamatan dan mencatat hasil percobaan. (Fase 2)
6) Guru membimbing siswa melakukan kegiatan percobaan seperti yang tercantum dalam LKS 01B Percobaan: Gaya dapat mengubah gerak suatu benda. (Fase 3)
7) Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas dengan membuat argumentasi yang logis, kritis, dan kreatif berdasarkan hasil percobaan, serta mengkritisi presentasi teman-temannya. (Fase 4)
8) Guru memberikan umpan balik dengan memuji pada aspek-aspek yang sudah benar dilakukan siswa, dan memperbaiki aspek yang belum benar. (Fase 4)
9) Siswa mengerjakan pertanyaan dan kesimpulan dalam LKS 01B yang terkait implementasi gaya mengubah gerak benda dalam kehidupan sehari-hari. (Fase 5)
10) Guru dan siswa membahas jawaban soal-soal LKS 01B dan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya. (Fase 5)

c. Penutup (± 10 Menit)
12) Guru merangkum butir-butir penting seluruh pembelajaran dengan menanyakan kepada siswa apa saja yang telah dipelajarinya. (Fase 4)
13) Memberikan penghargaan kepada seluruh siswa atas partisipasi aktifnya dalam belajar, dan memberikan penugasan pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya, serta membaca buku siswa di rumah dengan topik Bagaimana pengaruh gaya terhadap bentuk benda? (Fase 4 dan Fase 5).

E. Sumber Belajar dan Media
1. Buku Siswa IPA SD Kelas IV Semester II Karangan Anwar Holil Halaman 1-6 Bab I: Gaya. Diterbitkan Sendiri (2007).
2. Buku Siswa IPA SD Kelas IV Semester II Karangan Hariyanto Halaman 54-61 Bab 7: Gaya dan Pengaruhnya. Penerbit Pusaka Utama (2007).
3. LKS 01A Pengamatan: Berbagai Gerak Suatu Benda
4. LKS 01B Pengamatan: Gaya dapat mengubah gerak suatu benda
5. Powerpoint: Gaya dapat mengubah gerak suatu benda
6. Bola Tenis/bola kecil
7. Tali Rafia
8. Meja Guru dan Meja Siswa

F. Penilaian
Penilaian yang digunakan berbasis kelas dan menggunakan instrumen penilaian berikut ini.

Indikator 1.
Menemukan bahwa gaya dapat berupa dorongan dan tarikan melalui suatu percobaan dengan mendorong dan menarik suatu benda yang dapat mengubah gerak benda tersebut, serta mengklasifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai gerak benda tersebut.
Teknik Penilaian
Unjuk Kerja
Bentuk Instrumen
Uji Petik Kerja Prosedur dan Produk
Instrumen
Lakukan kegiatan percobaan dalam LKS 01B. Ikuti prosedurnya sesuai petunjuk. Tuliskan jawabanmu pada daftar tabel 2 LKS 01B tentang gaya dapat mengubah gerak benda. Jawablah daftar pertanyaan dalam LKS 01B

Indikator 2
Menunjukkan contoh penerapan gaya dapat mengubah gerak benda.
Teknik Penilaian
Tes Tertulis
Bentuk Instrumen
Uraian
Instrumen
1. Tuliskan kegiatan sehari-hari yang membuktikan gaya dapat mengubah gerak benda!
2. Dari sebuah bola yang diberikan gaya dengan ditendang, uraikan apa saja yang dapat dilakukan gaya pada bola!

Pengembangan Soft Skill dalam Pembelajaran

Atribut soft skill sebenarnya dimiliki oleh setiap orang, tetapi dalam jumlah dan kadar yang berbeda-beda. Atribut tersebut dapat berubah jika yang bersangkutan mau mengubahnya. Atribut ini juga dapat dikembangkan menjadi karakter seseorang. Bagaimana mengubah atau mengembangkannya? Tidak lain tidak bukan, harus diasah dan dipraktekkan oleh setiap individu yang belajar atau ingin mengembangkannya. Salah satu ajang yang cukup baik untuk mengembangkan soft skill adalah melalui pembelajaran dengan segala aktivitasnya dan lembaga kesiswaan.

Soft skill merupakan kemampuan khusus, diantaranya meliputi social interaction, ketrampilan teknis dan managerial. Kemampuan ini adalah salah satu hal yang harus dimiliki tiap siswa dalam memasuki dunia kerja. Seperti diungkapkan Nasution (2006) dalam seminar soft skill ”Kunci Menuju Sukses” yang disenggarakan di ITS. Hakim memberikan gambaran mengenai persentase kemampuan seorang siswa yang diperoleh dari kampus mereka. Berdasarkan data yang diadopsi dari Havard School of Bisnis, kemampuan dan keterampilan yang diberikan di bangku pembelajaran, 90 persen adalah kemampuan teknis dan sisanya soft skill. Padahal, yang nantinya diperlukan untuk menghadapi dunia kerja yaitu hanya sekitar 15 persen kemampuan hard skill. Dari data tersebut, lanjutnya, dapat menarik benang merah bahwa dalam memasuki dunia kerja soft skill-lah yang mempunyai peran yang lebih dominan.

Untuk mendiseminasikan soft skill pada para siswa, faktor yang sangat berpengaruh adalah dimulai dari guru. Maka, Ichsan yang juga turut merumuskan pengembangan soft skill di ITB, mendukung pelaksanaan pelatihan bagi para guru supaya mengerti lebih jauh tentang soft skill. Menurutnya, guru harus bisa jadi living example. Dari mulai datang tepat waktu, mengoreksi tugas, dan sebagainya. Bukan apa-apa, kemampuan presentasi dan menulis siswa masih banyak yang belum bagus. Guru juga harus bisa melatih siswa supaya asertif, supaya berani membicarakan ide. Fenomena siswa menyontek juga jangan dianggap biasa, ini masuk faktor kejujuran dan etika dalam soft skill. Lihat di Indonesia, korupsi begitu menjamur, karena orang sudah terbiasa tidak jujur sejak masa sekolah.

Soft skill yang diberikan kepada para siswa dapat diintegrasikan dengan materi pembelajaran. Menurut Saillah (2007), materi soft skill yang perlu dikembangkan kepada para siswa, tidak lain adalah penanaman sikap jujur, kemampuan berkomunikasi, dan komitmen. Untuk mengembangkan soft skill dengan pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan yang melibatkan para guru, siswa, alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi pengembangan soft skill yang relevan.

Tentu saja pengidentifikasian tersebut bukan sesuatu yang “hitam-putih”, tetapi lebih merupakan kesepakatan. Dengan asumsi semua guru memahami betul “isi” pembelajaran yang dibina dan “memahami” konsep soft skill beserta komponen-komponennya, maka pengisian akan berlangung objektif dan cermat. Dengan cara itu setiap guru mengetahui komponen soft skill apa yang harus dikembangkan ketika mengajar.

Hard skill dapat dinilai dari technical test atau practical test. Bagaimana untuk menilai soft skill siswa? Evaluasi dengan kertas dan pensil dengan jawaban tunggal (konvergen) tidak cukup. Perlu dilengkapi dengan model soal yang divergen dengan jawaban beragam. Ketika siswa mengidentifikasi informasi, sangat mungkin hasilnya beragam dan semuanya benar. Demikian pula ketika siswa menyampaikan pendapat. Komponen kesadaran diri juga lebih dekat dengan ranah afektif, sehingga evaluasinya tidak dapat hanya dengan tes. Diperlukan format observasi guna mengetahui apakah siswa memang sudah menghayati yang direpresentasikan dalam tindakan keseharian. Tes kinerja dan lembar observasi juga diperlukan untuk mengetahui kinerja siswa dalam mengerjakan tugas/tes maupun perilaku keseharian. Substansi ujian sebaiknya dikaitkan dengan masalah nyata, sehingga dapat menjadi bentuk authentic evaluation paling tidak berupa shadow authentic evaluation yang bersifat pemecahan masalah (problem based).

Cara lain untuk menilai soft skill yang dimiliki oleh siswa dapat dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara yang mendalam dan menyeluruh dengan pendekatan behavioral interview. Dengan behavioral interview, diharapkan siswa lulus tidak hanya memiliki hard skill namun juga didukung oleh soft skill yang baik.

Soft Skill dan Hard Skill

Selama ini disinyalir telah terjadi kesenjangan antara dunia pendidikan tinggi dan dunia kerja. Perguruan tinggi memandang lulusan yang mempunyai kompetensi tinggi adalah mereka yang lulus dengan nilai tinggi. Sedangkan dunia kerja menganggap bahwa lulusan yang high competence adalah mereka yang mempunyai kemampuan teknis dan sikap yang baik.
Kemampuan teknis adalah hard skill yang dipelajari di kelas dan di laboratorium, mereka yang belajar dengan rajin, giat, dan tekun akan memperoleh kemampuan teknis yang baik, dicerminkan salah satunya dengan nilai yang tinggi. Contohnya adalah kemampuan membuat program. Perusahaan dapat dengan segera melihat apakah seorang calon karyawan benar-benar dapat membuat program pada saat diuji. Masalahnya, mempunyai kemampuan teknis yang tinggi saja dianggap tidak cukup.

Banyak kalangan industri yang mengeluhkan bahwa lulusan sekarang banyak yang kurang memiliki sikap yang baik, misalnya, tidak dapat memenuhi kontrak kerja, tidak dapat menentukan gaji pertama mereka sendiri tetapi setelah dua bulan bekerja mereka mengeluh tentang gaji yang rendah, kurang dapat bekerja sama, tidak punya leadership, integritas pribadi dipertanyakan, etika kurang, dan sebagainya yang kesemuanya tidak dapat ditelusuri dari nilai yang tinggi dan kelulusan yang tepat waktu semata.

Sikap baik seperti integritas, inisiatif, motivasi, etika, kerja sama dalam tim, kepemimpinan, kemauan belajar, komitmen, mendengarkan, tangguh, fleksibel, komunikasi lisan, jujur, berargumen logis, dan lainnya, yang diminta oleh kalangan pemberi kerja adalah atribut soft skill. Soft Skill didefinisikan sebagai “personal and interpersonal behaviors that develop and maximize human performance (e.g. coaching, team building, decision making, initiative). Soft skills do not include technical skills, such as financial, computer or assembly skills” (Berthal, 2003).

Suprayitno (2007) mengibaratkan antara hard skill dan soft skill seperti konsep Yin dan Yang, yang memang tidak bisa dipisahkan untuk menuju kesuksesan karir seseorang. Pengetahuan soft skill tidak lain adalah kemampuan seseorang untuk bisa beradasekolahasi dan berkomunikasi dengan baik pada lingkungan dimana dia berada. Ini penting, karena banyak para lulusan perguruan tinggi ketika diminta berbicara, menyampaikan ide atau gagasan serta mempresentasikan karyanya, tidak siap. Dalam manajemen modern ditemukan bahwa suksesnya seseorang tidak hanya ditentukan dari kecerdasan semata, tapi juga soft skill yang dimiliki.

Selasa, 13 Januari 2009

Interaksi Sebagai Proses Belajar Mengajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah berlanglsung interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok. Jadi proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Dalam proses interaksi tersebut dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri interaksi edukatif) yaitu (1) Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan : yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Interaksi belajar mengajar sadar tujuan, dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian siswa mempunyai tujuan, (2) Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah dilaksanakan. Dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau langkah-langkah sistematik yang relevan, (3) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Materi didesain sehingga dapat mencapai tujuan dan dipersiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar mengajar, (4) Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Siswa sebagai pusat pembelajaran, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar, (5) Dalam interaksi belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing. Guru memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi dan sebagai mediator dan proses belajar mengajar, (6) dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin. Langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan, (7) Ada batas waktu. Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus dicapai, (8) Unsur penilaian. Untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai melalui interaksi belajar mengajar.( Titin, 2003:10)

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola interaksi belajar mengajar guru harus memiliki kemampuan mendesain program, menguasai materi pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, terampil memanfaatkan media dan memilih sumber, memahami cara atau metode yang digunakan, memiliki keterampilan mengkomunikasikan program serta memahami landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak.

Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang terpadu yaitu proses belajar mengajar. Seorang pengajar dapat mengartikan belajar sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses penerapan prinsip.
Gagne (dalam Abdillah dan Abdul,1988 :17) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dapat dilakukan oleh makhluk hidup yang memungkinkan makhluk hidup ini merubah perilakunya cukup cepat dalam cara kurang lebih sama, sehingga perubahan yang sama tidak harus pada setiap situasi baru. Sedangkan Dahar (1988 :11) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana organisme perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar bukanlah menghafalkan fakta-fakta yang terlepas-lepas, melainkan mengaitkan konsep yang baru dengan konsep yang telah ada dalam struktur kognitif, atau mengaitkan konsep pada umumnya menjadi proposisi yang bermakna.

Merujuk pada kaum kontruktivis bahwa belajar merupakan proses aktif dalam mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisik, dll. Lebih lanjut dikemukakan bahwa belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau apa yang dipelajari dengan apa yang sudah dipunyai seseorang. (Suparno P , 1997 :61)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan sikap.

Belajar IPA dalam kerangka pengajaran dan pendidikan di sekolah adalah proses aktivitas siswa arahan dan bimbingan untuk mempelajari materi mata pelajaran IPA. Melalui kegiatan belajar IPA siswa diharapkan memperoleh pengertian tentang fakta-fakta, konsep IPA, prinsip, hukum, metode ilmiah dan sikap ilmiah serta saling keterkaitan antar komponen-komponen itu. Selanjutnya semua hal yang dipelajari tersebut diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata dan dapat digunakan untuk mempelajari perkembangan sains dan teknologi.

Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri (Bettencournt, 1989 dalam Suparno P,1997 :65).

Proses belajar harus tumbuh dan berkembang dari diri anak sendiri, dengan kata lain anak-anak yang harus aktif belajar sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing. Pandangan ini pada dasarnya mengemukakan bahwa mengajar adalah membimbing kegiatan belajar anak. ”Teaching is the guidance of learning activities, teaching is for the purpose of aiding the pupil learn” ……. ( Hamalik ,2002:58).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar mengajar merupakan proses kegiatan komunikasi dua arah. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang integral (terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Selanjutnya proses belajar mengajar merupakan aspek dari proses pendidikan.

Berdasarkan orientasi proses belajar mengajar siswa harus ditempatkan sebagai sujek belajar yang sifatnya aktif dan melibatkan banyak faktor yang mempengaruhi, maka keseluruhan proses belajar yang harus dialami siswa dalam kerangka pendidikan di sekolah dapat dipandang sebagai suatu sistem, yang mana sistem tersebut merupakan kesatuan dari berbagai komponen (input) yang saling berinteraksi (proses) untuk menghasilkan sesuatu dengan tujuan yang telah ditetapkan (output).

Teori Yang Melandasi Pembelajaran Sains

Dalam mempelajari IPA banyak menerapkan konsep dasar dan prinsip dasar, maka siswa dituntut untuk berfikir secara ilmiah dan memiliki sifat ilmiah, oleh karena itu penggunaan pendekatan keterampilan proses sangat tepat dilakukan. Hal ini dapat diwujudkan melalui penerapan teori pembelajaran kognitif yang dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori konstruktivisme dan memberikan penjelasan tentang pembelajaran yang berpusat pada proses mental yang sulit diamati.

1. Teori Konstruktivisme
Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa, untuk benar-benar mengerti
dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi diri mereka sendiri, dan selalu bergulat dengan ide-ide. Tugas pendidikan tidak hanya menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.
Teori yang dikenal dengan constructivist theories of lerning menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu apabila tidak lagi sesuai. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Nur dan Retno,2000:2).
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menekankan pengajaran top down daripada bottom-up. Top down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan. Sedangkan pendekatan bottom-up tradisional yang mana keterampilan-keterampilan dasar secara tahap demi tahap dibangun menjadi keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. (Slavin, 1997 dalam Nur dan Retno,2000:7). Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam kelas yang terpusat pada siswa peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu konsep kunci dari teori belajar konstruktivis adalah pembelajaran dengan pengaturan diri (self regulated learning) yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu (Nur dan Retno, 2000:12). Jadi apabila siswa memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi serta tekun menerapkan strategi itu sampai pekerjaan terselesaikan maka kemungkinan mereka adalah pelajar yang efektif.
Salah satu pendekatan dalam pengajaran konstruktivis yang sangat berpengaruh dari Jerome Bruner adalah belajar penemuan dimana siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui partisipasi aktif mereka sendiri dengan konsep dan prinsip dimana guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman serta dapat melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. (Nur dan Retno,2000:10)
Pendekatan yang lain dalam pengajaran dan pembelajaran yang juga berlandaskan pada teori konstruktivis adalah pengajaran dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara dan tenaga kerja (U.S. Department of Education and the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001 dalam Nur,2001a:1).
Pada dasarnya CTL juga menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. PBM lebih diwarnai student centred daripada teacher centered. Sebagaian besar waktu PBM berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Inquiry-Based Learning dan Problem-Based Learning disebut sebagai strategi CTL yang diwarnai student centered dan aktivitas siswa (University of Washington,2001 dalam Nur,2001a:7)

a. Teori Piaget
Teori belajar kognitif berkembang dari Piaget, Vygotsky dan teori pemrosesan informasi. Teori kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Dalam pandangan Piaget pengetahuan datang dari tindakan jadi perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu : struktur, isi dan fungsi. (Dahar ,1988:179). Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Fungsi itu terdiri dari organisasi dan adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui 2 proses yaitu : assimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungan. Dan proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.

Menurut Slavin (dalam Nur :1998 : 27) implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1) Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2) Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3) Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4) Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
Dari uraian tersebut pembelajaran menurut konstruktivis dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak.

b. Teori Vygotsky
Teori Vygotsky memberikan suatu sumbangan yang sangat berarti dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini memberi penekanan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Retno,2000:4).

Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding (perancahan), dimana perancahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih lompeten, yang berarti bahwa memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri. (Nur, 1998:32)
Implikasi dari teori Vygostky dalam pendidikan yaitu :
1) Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah afektif dalam zona of proximal development.
2) Dalam pengajaran ditekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.

2. Teori Ausubel Tentang Belajar Bermakna (Meaningful)
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu : (1). Meteri yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, (2). Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Dikatakan lebih lanjut oleh Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu : (a) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, (b) Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang miri, (c) Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

3. Teori Bandura Tentang Modeling (Pemodelan)
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang
dikembangkan oleh Albert Bandura dan teori ini merupakan pengembangkan atau perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Melalui pembelajaran sosial seseorang dapat belajar melalui pengamatan (observation learning) terhadap suatu model.
Ciri model yang berpengaruh terhadap pengamat adalah model yang tampak menarik, dapat dipercaya, cocok dalam kelompok dan memberikan standar yang meyakinkan sebagai pedoman bagi pengamat.
Ada empat (4) elemen penting yang menurut Bandura perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan yaitu ; (1). Atensi, (2). Retensi, (3). Reproduksi dan (4). Motivasi. (Dahar,1988:34)

Pentingnya Soft Skill dalam Kehidupan

Ada pelajaran menarik dari buku Lesson from The Top karya Neff dan Citrin (1999). Pada tahap pertama, penulis buku itu meminta kepada sekitar 500 orang (CEO dari berbagai perusahaan, LSM, dekan, dan rektor perguruan tinggi) agar menominasikan 50 nama orang yang dianggap tersukses di AS. Mereka antara lain Jack Welch (General Electric), Bill Gates (Microsoft), Andy Grove (Intel), Lou Gerstner (IBM), Michael Dell (Dell Computer), Mike Armstrong (AT&T), John Chambers (Cisco System), dan Frederick Smith (Federal Express).

Tahap berikutnya, penulis buku itu mewawancarai 50 orang terpilih tersebut. Selain memuat hasil wawancara, buku itu juga menampilkan satu bab simpulan yang memuat 10 kiat sukses yang menurut 50 orang tersebut paling penting. Sepuluh kiat sukses itu, kebanyakan menyebutkan pentingnya memiliki keterampilan lunak sebagai syarat sukses di dunia kerja. Mereka juga sepakat, yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis, melainkan kualitas diri yang termasuk dalam kategori soft skills atau keterampilan berhubungan dengan orang lain (people skills).

Sepuluh kiat sukses ke-50 orang sukses tersebut yaitu: Pertama, nafsu. Yakni unsur dalam kecerdasan emosional yang merupakan kiat sukses, yang meliputi gairah atau semangat membara. Kedua, intellegence quotient thinking (IQ). Indikatornya kemampuan menghitung, menganalisis, mendesain, berwawasan, berpengetahuan luas, membuat model, dan kritis. Ketiga, kemampuan berkomunikasi dalam mengembangkan/ membangkitkan diri dan mengembangkan orang lain. Keempat, kesehatan dan energi tinggi, meliputi kemampuan menjaga stamina fisik dan kesehatan organ-organ tubuh. Kelima, kecerdasan spiritual. Kecerdasan itu di AS masih menduduki urutan tinggi dalam mendukung sukses. Kecerdasan spiritual mampu menjawab untuk apa dia hidup, mau ke mana setelah hidup, dan apa yang ditargetkan setelah kehidupan ini. Orang yang mempunyai kecerdasan itu akan berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan dan menyejahterakan orang sebanyak mungkin, bukan justru membuat orang lain menderita. Keenam, kreatif dan inovatif. Ketujuh, rendah hati. Kedelapan, selalu bersikap positif. Kesembilan, hidup dalam keluarga yang harmonis; dan kesepuluh, fokus dan mengerjakan yang benar.

Kesepuluh indikator sukses tersebut merupakan kecerdasan holistik yang harus disiapkan. Tampaknya, nilai spiritualitas dan aspek moral tidak kalah pentingnya, yang terangkum ke dalam delapan soft skills dan dua hard skills (nomor dua dan empat). Jadi, syarat yang harus dipenuhi lebih banyak unsur soft skills.

Penerapan atribut soft skill di ruang kelas, misalnya, lebih banyak lagi tugas presentasi, diskusi kelompok, sampai role play. Dengan tujuan, semakin mengasah kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama. Hal ini penting sebagai aplikasi pendidikan yang bukan sekadar bagaimana guru mengajar dengan baik (teacher centre learning), tapi bagaimana siswa bisa belajar dengan baik
Samani (2003) mengkaitkan pentingnya skill dalam kehidupan keseharian. Menurutnya, manusia akan selalu dihadapkan pada problema hidup yang harus dipecahkan dengan menggunakan berbagai sarana dan situasi yang dapat dimanfaatkan. Artinya, diperlukan kecakapan (skill) seseorang di manapun ia berada ketika mengarungi kehidupan, baik bekerja atau tidak bekerja dan apapun profesinya. Untuk memecahkan problema kehidupan tersebut diperlukan berbagai pengetahuan dan informasi, tetapi semua itu harus diolah dan diintegrasikan menjadi suatu skema pemikiran yang komprehensif, sehingga dapat digunakan untuk memahami problema yang ada, mencari alternatif-alternatif pemecahan arif dan kreatif, memilih salah satu yang paling cocok, sesuai dengan kondisi masyarakat dan waktu, kemudian melaksanakan alternatif yang dipilih tersebut secara cerdas dan taat asas.

Portofolio dalam Pembelajaran

Portofolio merupakan koleksi dari pekerjaan‑pekerjaan siswa sebagai bukti kemajuan siswa atau kelompok siswa, bukti prestasi, keterampilan, dan sikap siswa. Portofolio menampilkan pekerjaan siswa yang terbaik atau karya siswa yang paling berarti sebagai hasil kegiatannya sehingga mengilustrasikan kemajuan belajar siswa. Portofolio merupakan satu cara agar dalam diri siswa tumbuh kepercayaan diri bahwa dia mampu mengerjakan tugas. Dengan tumbuhnya kepercayaan diri pada diri siswa diharapkan dapat memotivasinya untuk mencari pengetahuan dan pemahaman sendiri serta berkreasi dan terbuka ide‑ide baru yang mereka lakukan dalam kegiatan pembelajarnya.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan portofolio siswa, diantaranya:
1. Asesmen portofolio dilakukan sebagai pengajaran praktik dan mempunyai beberapa standar perencanaan yang kuat, yakni mendorong adanya interaksi antar lingkungan terkait seperti interaksi antar siswa, guru dan masyarakat yang saling melengkapi serta menggambarkan belajar siswa secara mandalam, yang pada akhirnya dapat membantu siswa menjadi sadar untuk meningkatkan dirinya sebagai pembaca dan penulis yang baik.
2. Guru dapat menggunakan asesmen portofolio untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam mengkonstruksi dan merefleksikan suatu pekerjaan/tugas/karya dengan mengoleksi atau mengumpulkan bahan yang relevan dengan tujuan dan keinginan yang dikonstruksi oleh siswa sehingga hasil kontruksi dapat dinilai dan dikomentari guru.
3. Siswa mengerjakan tugas‑tugas yang diberikan paling sedikit dua kali. Artinya jika dalam pengerjaan awalnya terdapat kesalahan, maka siswa diberi kesempatan untuk membuat revisi tugas tersebut. Seorang telah mengerjakan tugas yang sama beberapa kali akan mengetahui bahwa usaha yang dilakukannya cenderung menjadi lebih baik, sejalan dengan perbaikan yang dilakukannya. Hal ini akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa bahwa dia mampu untuk menyelesaikan tugas‑tugas yang diberikan.
4. Pengumpulan dan asesmen dilaksanakan berkelanjutan terhadap pekerjaan siswa sebagai fokus sentral kegiatan pembelajarannya.
5. Portofolio digunakan secara terus menerus bukan hanya dilaksanakan pada akhir periode atau pada waktu‑waktu tertentu. Portofolio merupakan kegiatan yang mengikutsertakan siswa secara aktif dalam mengumpulkan pekerjaan (dokumen‑dokumen) mereka untuk menyakinkan supervisor, guru dan orang tua siswa, bahwa sesuatu yang baik telah berlangsung di dalam kelas.

Apa yang Perlu Dimasukkan ke dalam Portofolio?
Isi dari portofolio dapat bervariasi menurut tujuannya, di mana akan digunakan, dan jenis‑jenis kegiatan penilaian yang digunakan dalam kelas. Johnson dan Johnson (2002: 103) menyebutkan butir‑butir yang relevan dimasukkan ke dalam portofolio, diantaranya (1) pekerjaan rumah, tugas-tugas di kelas, (2) tes (buatan guru, curriculum supplied), (3) komposisi (essay, laporan, cerita), (4) presentasi (rekaman, observasi), (5) ivestigasi, penemuan, proyek, buku harian atau jurnal, (6) ceklis observasi (guru, teman sekelas), (7) seni visual (melukis, pahatan, puisi), (8) refleksi diri dan ceklis, (9) hasil-hasil kelompok, (10) bukti kecakapan sosial, (11) bukti kebiasaan dan sikap kerja, (12) catatan anekdot, laporan naratif, (13) hasil-hasil tes baku, (14) foto, sketsa otobiografi, dan (15) kinerja.

Sedangkan Nur (2003: 10) dalam makalahnya memberikan daftar singkat item-item yang terdapat pada portofolio yaitu (1) tabel isi, (2) tulisan atau catatan yang diambil dari buku catatan siswa atau jurnal sains siswa, (3) ulangan harian, (4) asesmen kinerja, (5) pengorganisasi grafis, seperti peta konsep, outline, atau diagram alir, (7) model asli buatan siswa, (8) kegiatan-kegiatan pengembangan keterampilan proses, (9) lembar evaluasi-diri, (10) gambar, foto, karya seni, (10) soal-soal, (11) rekaman video, rekaman audio, (12) data eksperimen atau pengamatan, (13) karangan, (14) laporan tentang topik-topik sains, dan (15) penelitian ilmiah.

Siapakah yang menentukan isi dari suatu portofolio?

a. Siswa. Siswa dapat memutuskan apa yang akan dimasukkan ke dalam portofolio mereka.
b. Kelompok pembelajaran kooperatif siswa. Kelompok ini dapat merekomendasikan tentang apa yang akan dimasukkan dalam portofolio.
c. Guru dan sekolah. Guru IPA misalnya menghendaki demonstrasi tentang kemampuan siswa menghubungkan sifat-sifat cahaya dengan kehidupan sehari-hari.

Latar Belakang Teoretik dan Empirik Pengajaran Langsung

A. Analisis Sistem
Analisis sistem berasal dari berbagai bidang pengetahuan, mempelajari hubungan yang terdapat pada komponen-komponen yang saling bergantung dan merupakan satu kesatuan.
Di dalam bidang pengajaran dan pembelajaran, analisis sistem menekankan bagaimana pengorganisasian pengetahuan dan keterampilan, dan bagaimana menguraikan secara sistematik keterampilan kompleks dan ide-ide menjadi komponen-komponen sehingga dapat diajarkan secara berurutan.

B. Teori Pemodelan Tingkah Laku
Teori belajar yang paling banyak memberikan sumbangan pada model pengajaran langsung adalah teori belajar sosial. Teori belajar sosial disebut juga belajar melalui observasi atau dalam buku Arends disebut teori pemodelan tingkah laku.
Pemodelan merupakan salah satu dari tujuh komponen utama pendekatan pengajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau CTL (Depdiknas, 2002: 16). Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang dapat ditiru. Guru dapat menjadi model yang baik bagi siswanya. Guru menjelaskan atau mendemonstrasikan pengetahuan/keterampilan dan siswa mengamati dengan seksama. Guru bukanlah satu-satunya model, siswa dan orang lain juga dapat menjadi model bagi teman-temannya.
Teori pemodelan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran perilaku dan penekanannya pada proses mental dan internal. Interaksi antara penguatan eksternal dan proses kognitif internal untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dari orang lain. Menurut Bandura dalam Arends (1997: 64) bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat perilaku orang lain.
Lebih lanjut Bandura (dalam Nur 1998: 4) mengatakan bahwa ada empat elemen penting yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan. Keempat elemen itu adalah atensi, retensi, produksi dan motivasi untuk mengulangi perilaku yang dipelajari itu. Keempat tahap tersebut secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
1) Atensi
Menurut penelitian Bandura, pengamat akan dapat memperhatikan tingkah laku dengan baik apabila tingkah laku tersebut jelas dan tidak terlampau kompleks. Dalam pengajaran, guru harus menjamin agar siswa memberikan atensi kepada bagian penting dari pelajaran dengan melakukan presentasi yang jelas dan menggarisbawahi hal-hal penting. Dalam mendemonstrasikan suatu keterampilan yang kompleks, guru dapat meminta siswa untuk memperhatikan demonstrasi tersebut.
2) Retensi
Bandura juga mengemukakan bahwa retensi suatu perilaku yang teramati dapat dimantapkan jika pengamat dapat menghubungkan observasi itu dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang bermakna baginya dan terlibat dalam pengulangan kognitif atas kegiatan itu. Untuk maksud tersebut, guru yang melaksanakan pengajaran langsung dapat melakukan hal-hal berikut:
(a) Untuk mengkaitkan keterampilan baru dengan pengetahuan awal siswa, guru dapat meminta siswa membandingkan keterampilan baru yang didemonstrasikan dengan sesuatu yang telah diketahui, dan dapat dilakukannya.
(b) Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, guru dapat menyediakan periode pelatihan yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran, baik secara fisik maupun mental. Mereka misalnya dapat, memfisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam mempersiapkan mikroskop sebelum benar-benar melakukannya.
3) Produksi
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilan-keterampilan baru, merupakan hal yang sangat penting. Meskipun demikian Bandura menemukan bahwa pengaturan waktu dan jenis umpan balik yang diberikan oleh guru merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan pelatihan. Terutama pada awal pembelajaran, umpan balik perlu diberikan sesegera mungkin, positif dan korektif. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru yang menggunakan model pengajaran langsung ialah melalui “pemodelan korektif” yang mencakup kegiatan berikut:
(a) Untuk memastikan sikap positif terhadap keterampilan baru, guru seyogyanya memberi pujian segera pada aspek-aspek keterampilan yang dilakukan siswa dengan benar, lalu mengidentifikasi sub keterampilan yang masih sulit dilakukan siswa.
(b) Untuk memperbaiki sub keterampilan yang salah, pertama kali guru perlu memodelkan kinerja yang benar, kemudian meminta siswa mengulanginya sampai benar-benar menguasai.
4) Motivasi dan penguatan
Teori kognitif sosial membedakan antara perolehan dan kinerja. Siswa dapat memperoleh suatu keterampilan atau perilaku melalui motivasi atau intensif untuk melaksanakannya. Jika siswa mengantisipasi akan memperoleh penguatan pada saat meniru tindakan-tindakan suatu model, siswa lebih dapat termotivasi untuk menaruh perhatian mengingat dan memproduksi perilaku itu. Di samping itu, penguatan penting dalam mempertahankan pembelajaran. Seseorang yang mencoba suatu perilaku baru tidak mungkin untuk melakukan tanpa penguatan.
Bandura mengidentifikasi tiga bentuk penguatan yang dapat mendorong pembelajaran melalui pengamatan. Pertama, pengamat memproduksi perilaku model dan menerima penguatan langsung. Kedua, penguatan tidak mesti langsung, seperti penguatan yang berwujud vicarious reinforcement. Ketiga, pengendalian penguatan yang datang dari dalam diri sendiri atau self-reinforcement. Jenis penguatan ini penting bagi siswa dan guru. Guru menginginkan siswanya berkembang bukan karena terdorong oleh pujian eksternal tetapi karena siswa itu menghargai dan menikmati tumbuhnya kompetensi mereka.
c. Teori Belajar Perilaku
Prinsip yang paling penting dari teori belajar perilaku adalah bahwa perilaku berubah dengan konsekuensi-konsekuensi langsung dari perilaku tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku, sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku.
Penggunaan konsekuensi menyenangkan dan tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku disebut pengkondisian operan. Dianjurkan untuk memberikan konsekuensi sesegera mungkin dalam proses pembelajaran, agar kesalahan yang sama tidak dilakukan oleh siswa.

MODEL PENGAJARAN LANGSUNG

PENGAJARAN LANGSUNG

Saya kurang sependapat bila ada yang menyatakan pengajaran langsung identik dengan pengajaran ceramah. Memang pengajaran langsung didesain berorientasi pada guru. Dalam praktiknya sangat bergantung pada kemampuan guru mengelola pembelajaran. Pengajaran ini relevan bagi guru yang ingin mengajar eksprimen atau percobaan. Model pengajaran langsung (Direct Instruction) merupakan salah satu model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah (Kardi dan Nur, 2000: 5).

Hal ini juga senada dengan pendapat Arends (1997: 66) yang mengatakan 'The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-­by‑step fashion." Adapun yang dimaksud dengan pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata‑kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu (Kardi dan Nur, 2000: 5). Proses pembelajaran dengan model pengajaran langsung ini diharapkan pemahaman pengetahuan deklaratif dan prosedural dapat meningkatkan keterampilan dasar dan keterampilan akademik siswa.

Model pengajaran langsung memiliki ciri-ciri seperti berikut (Kardi dan Nur, 2000c: 3).
(1) Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar.
(2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
(3) Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.

Sintaks Pengajaran Langsung
Pada setiap model pengajaran memiliki sintaks atau fase-fase pengajaran yang berbeda antara satu model pengajaran dengan model pengajaran yang lain. Model pengajaran langsung memiliki lima fase yang sangat penting, yaitu guru mengawali pengajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta empersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Selanjutnya diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pelajaran itu termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa.
Kelima fase dalam pengajaran langsung dapat dijelaskan secara detail seperti berikut.
a. Menyampaikan Tujuan dan Mempersiapkan Siswa
1) Menjelaskan Tujuan
Para siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu. Guru mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada siswa–siswanya melalui rangkuman rencana pembelajaran dengan cara menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan informasi tertulis pada papan buletin, yang berisi tahap-tahap dan isinya, serta alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tahap. Dengan demikian siswa dapat melihat keseluruhan alur tahap pelajaran dan hubungan antar tahap-tahap pelajaran itu.
2) Menyiapkan Siswa
Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang akan dipelajari. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan mengulang pokok-pokok pelajaran yang lalu, atau memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa tentang pokok-pokok pelajaran yang lalu.

b) Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan
Kunci keberhasilan pada fase ini yaitu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang efektif.
1) Menyampaikan informasi dengan jelas
Kejelasan informasi atau presentasi yang diberikan guru kepada siswa dapat dicapai melalui perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran yang baik. Dalam melakukan presentasi guru harus menganalisis keterampilan yang kompleks menjadi keterampilan yang lebih sederhana dan dipresentasikan dalam langkah-langkah kecil selangkah demi selangkah.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi/presentasi adalah: (1) kejelasan tujuan dan poin-poin utama, yaitu menfokuskan pada satu ide (titik, arahan) pada satu waktu tertentu dan menghindari penyimpangan dari pokok bahsan/LKS; (2) presentasi selangkah demi selangkah; (3) prosedur spesifik dan kongkret, yaitu berikan siswa contoh-contoh kongkrit dan beragam, atau berikan kepada siswa penjelasan rinci dan berulang-ulang untuk poin-poin yang sulit; (4) pengecekan untuk pemahaman siswa, yaitu pastikan bahwa siswa memahami satu poin sebelum melanjutkan ke poin berikutnya, ajukan pertanyaan kepada siswa untuk memonitor pemahaman mereka tentang apa yang telah dipresentasikan, mintalah siswa mengikhtisarkan poin-poin utama dalam bahasan mereka sendiri, dan ajarkan ulang bagian-bagian yang sulit dipahami oleh siswa, dengan penjelasan guru lebih lanjut atau dengan tutorial sesama siswa (Kardi dan Nur, 2000: 32).
2) Melakukan demonstrasi
Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi bahwa sebagian besar yang dipelajari berasal dari pengamatan terhadap orang lain. Tingkah laku orang lain yang baik maupun yang buruk merupakan acuan siswa, sehingga perlu diingat bahwa belajar melalui pemodelan dapat mengakibatkan terbentuknya tingkah laku yang kurang sesuai atau tidak benar. Oleh karena itu, agar dapat mendemonstrasikan suatu keterampilan atau konsep dengan berhasil, guru perlu sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk menguasai komponen-komponennya.

c) Menyediakan Latihan Terbimbing
Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung adalah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan terbimbing.” Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang baru atau yang penuh tekanan. Beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan bagi guru dalam menerapkan dan melakukan pelatihan adalah seperti berikut (Kardi dan Nur, 2000: 34).
1) Tugasi siswa melakukan latihan singkat dan bermakna.
2) Berikan pelatihan sampai benar-benar menguasai konsep/keterampilan yang dipelajari.
3) Hati-hati terhadap kelebihan dan kelemahan latihan berkelanjutan (massed practice) dan latihan terdistribusi (distributed practiced).
4) Perhatikan tahap-tahap awal pelatihan.

d) Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik
Pada pengajaran langsung, fase ini mirip dengan apa yang kadang-kadang disebut resitasi atau umpan balik. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk memberikan umpan balik kepada siswa. Beberapa pedoman dalam memberikan umpan balik efektif yang patut dipertimbangkan oleh guru seperti berikut (Kardi dan Nur, 2000: 38).
1) Berikan umpan balik sesegera mungkin setelah latihan.
2) Upayakan agar umpan balik jelas dan spesifik.
3) Konsentrasi pada tingkah laku, dan bukan pada maksud.
4) Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
5) Berikan pujian dan umpan balik pada kinerja yang benar.
6) Apabila memberikan umpan balik yang negatif, tunjukkan bagaimana melakukannya dengan benar.
7) Bantulah siswa memusatkan perhatiannya pada “proses” dan bukan pada “hasil.”
8) Ajari siswa cara memberi umpan balik kepada dirinya sendiri, dan bagaimana menilai kinerjanya sendiri.

e) Memberikan Kesempatan Latihan Mandiri
Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir pelajaran pada pengajaran langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah atau berlatih secara mandiri, merupakan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan keterampilan baru yang diperolehnya secara mandiri. Kardi dan Nur (2000: 43) memberikan tiga panduan umum latihan mandiri yang diberikan sebagai pekerjaan rumah seperti berikut.
1) Tugas rumah yang diberikan bukan merupakan kelanjutan dari proses pembelajaran, tetapi merupakan kelanjutan pelatihan atau persiapan untuk pembelajaran berikutnya.
2) Guru seyogyanya menginformasikan kepada orang tua siswa, tentang tingkat keterlibatan yang diharapkan.
3) Guru seharusnya memberikan umpan balik tentang pekerjaan rumah tersebut.