Minggu, 12 April 2009

Penerapan TQM di Sekolah dan Perguruan Tinggi (2)

Di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi, penetapan kualitas produk dan kualitas proses untuk mewujudkannya, merupakan bagian yang tidak mudah dalam pengimplementasian TQM. Kesulitan ini disebabkan oleh karena ukuran produktivitasnya tidak sekedar bersifat kuantitatif, misalnya hanya dari jumlah lokal dan gedung jurusan atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga berkenaan dengan aspek kualitas yang menyangkut manfaat dan kemampuan memanfaatkannya.

Demikian juga jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang kualitasnya sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu di lingkungan organisasi bidang pendidikan yang bersifat non profit, menurut Hadari Nawari (2005:47) ukuran produktivitas organisasi bidang pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Produktivitas Internal, berupa hasil yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti jumlah atau prosentase lulusan jurusan, atau jumlah gedung dan lokal yang dibangun sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
2. Produktivitas Eksternal, berupa hasil yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena bersifat kualitatif yang hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu tertentu yang cukup lama.

Masih menurut Hadari Nawawi (2005:47), bagi organisasi pendidikan, adaptasi manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sukses, jika menunjukkan gejala–gejala sebagai berikut :
1. Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus meningkat.
2. Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
3. Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat.
4. Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab-sebabnya.
5. Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
7. Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan umum terus meningkat.

Berkenaan dengan kualitas dalam pengimplementasian TQM, Wayne F. Cassio dalam bukunya Hadari Nawawi mengatakan, “Quality is the extent to which product and service conform to customer requirement”. Di samping itu Cassio juga mengutip pengertian kualitas dari The Federal Quality Institute yang menyatakan “quality as meeting the customer’s requiremet the first time and every time, where costumers can be internal as wellas external to the organization”.

Senada dengan itu Goetsh dan Davis seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1996) yang mengatakan, “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Dilihat dari pengertian kualitas yang terakhir seperti tersebut di atas, berarti kualitas di lingkungan organisasi profit ditentukan oleh pihak luar di luar organisasi yang disebut konsumen, yang selain berbeda-beda, juga selalu berubah dan berkembang secara dinamis.
Manajemen Mutu Terpadu di lingkungan suatu organisasi non profit termasuk pendidikan tidak mungkin diwujudkan jika tidak didukung dengan tersedianya sumber – sumber untuk mewujudkan kualitas proses dan hasil yang akan dicapai. Di lingkungan organisasi yang kondisinyan sehat, terdapat berbagai sumber kualitas yang dapat mendukung pengimplementasian TQM secara maksimal.

Menurut Hadari Nawawi (2005:138–141), beberapa di antara sumber–sumber kualitas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komitmen Pucuk Pimpinan terhadap kualitas
Komitmen ini sangat penting karena berpengaruh langsung pada setiap pembuatan keputusan dan kebijakan, pemilihan dan pelaksanaan program dan proyek, pemberdayaan SDM, dan pelaksanaan kontrol. Tanpa komitmen ini tidak mungkin diciptakan dan dikembangkan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen yang berorentasi pada kualitas produk dan pelayanan umum.

2. Sistem Informasi Manajemen
Sumber ini sangat penting karena usaha mengimplementasikan semua fungsi manajemen yang berkualitas, sangat tergantung pada ketersediaan informasi dan data yang akurat, cukup/lengkap dan terjamin kekiniannya sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok organiasi.

3. Sumberdaya Manusia yang Potensial
SDM di lingkungan jurusan sebagai aset bersifat kuantitatif dalam arti dapat dihitung jumlahnya. Disamping itu SDM juga merupakan potensi yang berkewajiban melaksanakan tugas pokok organisasi (jurusan) untuk mewujudkan eksistensinya. Kualitas pelaksanaan tugas pokok sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh SDM, baik yang telah diwujudkan dalam prestasi kerja maupun yang masih bersifat potensial dan dapat dikembangkan.

4. Keterlibatan semua Fungsi
Semua fungsi dalam organisasi sebagai sumber kualitas, sama pentingnya satu dengan yang lainnnya, yang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu semua fungsi harus dilibatkan secara maksimal, sehingga saling menunjang satu dengan yang lainnya.

5. Filsafat Perbaikan Kualitas secara Berkesinambungan
Sumber-sumber kualitas yang ada bersifat sangat mendasar, karena tergantung pada kondisi pucuk pimpinan, yang selalu menghadapi kemungkinan dipindahkan, atau dapat memohon untuk dipindahkan. Sehubungan dengan itu, realiasi TQM tidak boleh digantungkan pada individu pimpinan jurusan sebagai sumber kualitas, karena sikap dan perilaku individu terhadap kualitas dapat berbeda. Dengan kata lain sumber kualitas ini harus ditransformasikan pada filsafat kualitas yang berkesinambungan dalam merealisasikan TQM.
Semua sumber kualitas di lingkungan organisasi pendidikan dapat dilihat manifestasinya melalui dimensi – dimensi kualitas yang harus direalisasikan oleh pucuk pimpinan bekerja sama dengan warga sekolah/perguruan tinggi yang ada dalam lingkungan tersebut.

Menurut Hadari Nawawi (2005:141), dimensi kualitas yang dimaksud adalah:
1. Dimensi Kerja Organisasi
Kinerja dalam arti unjuk perilaku dalam bekerja yang positif, merupakan gambaran konkrit dari kemampuan mendayagunakan sumber – sumber kualitas, yang berdampak pada keberhasilan mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi (jurusan).
2. Iklim Kerja
Penggunaan sumber-sumber kualitas secara intensif akan menghasilkan iklim kerja yang kondusif di lingkungan organisasi. Di dalam iklim kerja yang diwarnai kebersamaan akan terwujud kerjasama yang efektif melalui kerja di dalam tim kerja, yang saling menghargai dan menghormati pendapat, kreativitas, inisiatif dan inovasi untuk selalu meningkatkan kualitas.
3. Nilai Tambah
Pendayagunaan sumber-sumber kualitas secara efektif dan efisien akan memberikan nilai tambah atau keistimewaan tambahan sebagai pelengkap dalam melaksanakan tugas pokok dan hasil yang dicapai oleh organisasi. Nilai tambah ini secara kongkrit terlihat pada rasa puas dan berkurang atau hilangnya keluhan pihak yang dilayani (siswa/mahasiswa).
4. Kesesuaian dengan Spesifikasi
Pendayagunaan sumber–sumber kualitas secara efektif dan efisien bermanifestasi pada kemampuan personil untuk menyesuaikan proses pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan karakteristik operasional dan standar hasilnya berdasarkan ukuran kualitas yang disepakati.
5. Kualitas Pelayanan dan Daya Tahan Hasil Pembangunan
Dampak lain yang dapat diamati dari pendayagunaan sumber–sumber kualitas yang efektif dan efisien terlihat pada peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada siswa.
6. Persepsi Masyarakat
Pendayagunaan sumber–sumber kualitas yang sukses di lingkungan organisasi pendidikan dapat diketahui dari persepsi masyarakat (brand image) dalam bentuk citra dan reputasi yang positip mengenai kualitas lulusan baik yang terserap oleh lembaga pendidikan yang lebih tinggi ataupun oleh dunia kerja.

Penerapan TQM di Sekolah dan Perguruan Tinggi (1)

Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas, sekolah atau perguruan tinggi perlu didukung manajemen yang juga berkualitas. Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen di sekolah dan perguruan tinggi mengarah pada sistem manajemen yang disebut TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu. Tulisan ini mencoba memberi masukan konstruktif bagi pengelola sekolah dan civitas akademika perguruan tinggi dalam menerapkan TQM, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pengelolaan jurusan yang berdampak pada peningkatan kualitas lulusan yang memiliki daya saing kompetitif dan komparatif.

Bagaimana TQM itu?
Menurut Hadari Nawari (2005:46) TQM adalah manajemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development). Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang harus diintegrasi pula dengan pentahapan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen, agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai yang berkualitas. Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui tahapan perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan metode kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.

Menurut Cassio seperti yang dikutip oleh Hadari Nawawi (2005:127), ia memberi pengertian bahwa “TQM, a philosophy and set of guiding principles that represent the foundation of a continuosly improving organization, include seven broad components :
1. A focus on the customer or user of a product or service, ensuring the customer’s need an expectations are satisfied consistenly.
2. Active leadership from executives to establish quality as a fundamental value to be incorporated into a company’s managemen philosophy.
3. Quality concept (e.g. statistical process control or computer assisted design, engineering, and manufacturing) that are thoroughly integrated throughout all activities of or a company.
4. A corporate culture, established and reinforced by top executives, that involves all employees in contributing to quality improvement.
5. A focus on employee involvement, teamwork, and training at all levels in order to strengthen employee commitment to continous quality improvement.
6. An approach to problem solving that is base on continously gathering, evaluating, and acting on facts and data is a systematic manner.
7. Recognition of supliers as full partners in quality management process.

Pengertian lain dikemukakan oleh Santoso yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) yang mengatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorentasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Di samping itu Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) menyatakan pula bahwa TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, Hadari Nawawi (2005:127) mengemukakan tentang karakteristik TQM sebagai berikut :
1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
4. Memiliki komitmen jangka panjang.
5. Membutuhkan kerjasama tim
6. Memperbaiki proses secara kesinambungan
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
8. Memberikan kebebasan yang terkendali
9. Memiliki kesatuan yang terkendali
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

Singkatnya, TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung tinggi efisiensi. Sistem manajemen ini sangat meminimalkan proses birokrasi. Sistem perguruan tinggi yang birokratis akan menghambat potensi perkembangan jurusan itu sendiri. Dalam ajaran TQM, lembaga pendidikan (perguruan tinggi) harus menempatkan mahasiswa sebagai “klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai stakeholders yang terbesar, maka suara mahasiswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis langkah organisasi perguruan tinggi. Tanpa suasana yang demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak – pihak tertentu yang seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan (Setiawan, 2000).

Penerapan TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antara mahasiswa dengan dosen, antara mahasiswa dengan jajaran pimpinan jurusan, antara dosen dan jajaran pimpinan jurusan, singkatnya adalah kebebasan berpendapat dan keterbukaan antara seluruh warga jurusan. Pentransferan ilmu tidak lagi bersifat one way communication, melainkan two way communication. Ini berkaitan dengan budaya akademis.

Selain kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan informasi. Harus ada informasi yang jelas mengenai arah organisasi perguruan tinggi, baik secara internal organisasi maupun secara nasional. Secara internal, manajemen harus menyediakan informasi seluas- luasnya bagi warga jurusan. Termasuk dalam hal arah organisasi adalah program – program, serta kondisi finansial.

Senin, 06 April 2009

RAGAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF/ Kelompok

1. Jigsaw
Langkah-langkah:
a. Siswa dibagi dalam kelompok–kelompok. Tiap kelompok beranggotakan 4 s/d 5 orang. Sebaiknya kelompok terdiri atas siswa dengan beragam latar belakang, mi­salnya dari segi prestasi, jenis kelamin, suku, agama, status sosial dll. Kelompok ini disebut kelompok asal
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. Misalnya, untuk topik sistem pencernaan, ada subtopik tentang mulut; lambung; usus halus; usus besar, poros, dan dubur dibagitugaskan pada tiap anggota dalam kelompok.
c. Setiap siswa yang mendapat subtopik mulut berkumpul bersama membentuk tim ahli mulut. Siswa lain yang mendapat subtopik lambung juga berkumpul bersama membentuk tim ahli lambung. Begitu seterusnya. Tim ahli membahas subtopik ma­sing-masing dan menjadi ahli dalam topik itu.
d. Setelah selesai berdiskusi dalam tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal masing-masing. Kemudian secara bergantian, tiap siswa yang telah menjadi ahli mengajar teman satu tim mereka tentang subtopik yang mereka kuasai.
e. Kelompok asal mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, atau membuat rangkuman tentang, misalnya sistem pencernaan pada manusia. Guru bisa juga memberikan tes pada kelompok. Tapi pada saat mengerjakan tes siswa tidak boleh bekerja sama.


2. STAD (Student Teams Achievement Divisions)
Langkah-langkah:
a. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Tiap kelompok beranggotakan 4 s/d 5 orang. Sebaiknya kelompok terdiri atas siswa dengan beragam latar belakang, mi­salnya dari segi prestasi, jenis kelamin, suku, agama, dll
b. Guru membahas topik pembelajaran, misalnya: sistem pencernaan manusia.
c. Guru Guru memberi tugas kepada kelompok untuk mengerjakan latihan / membahas sua­tu topik lanjutan bersama-sama. Di sini anggota kelompok saling bekerja sama.
d. Guru memberi kuis/pertanyaan/tes kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
e. Hasil tes diskor. Skor tiap siswa ditentukan berdasarkan skor/perbaikan tiap anggo­ta kelompoknya.

3. Menulis Cerita Kelompok
a. Setiap anggota kelompok memilih sebuah topik yang menarik untuk membuat ceri­ta secara berkelompok, misalnya gempa bumi atau banjir di suatu daerah, bermain di sungai, pengalaman pertama berkemah, semua menteri pemerintah dikejutkan oleh penyakit serius yang misterius, dan lain-lain.
b. Setiap anggota kelompok menulis judul cerita yang mereka pilih serta tiga kalimat pertama untuk mengawali cerita.
c. Anggota kelompok memutar cerita mereka ke arah kiri mereka. Setiap anggota yang menerimanya harus melanjutkan cerita. Setiap anggota memiliki waktu dua menit untuk membaca dan menulis. Kertas diputar hingga beberapa kali putaran dan pada akhirnya setiap anggota mendapatkan kembali kertasnya.
d. Jika sudah selesai, kelompok berbagi cerita dan memilih salah satu cerita untuk dibacakan di kelompok. Kemudian, anggota-anggota kelompok menyunting cerita tersebut untuk meningkatkan kualitas cerita.
e. Alternatif lain: tiap anggota kemudian mengembangkan kalimat-kalimat yang sudah ada menjadi cerita yang runtut.

4. Menemukan yang Salah
Setiap siswa menuliskan tiga pernyataan yang terdiri atas dua pernyataan benar dan satu pernyataan salah. Di dalam kelompok seorang siswa membacakan pernyataannya dengan suara keras. Kelompok kemudian berdiskusi untuk menemukan pernyataan yang salah. Setelah itu siswa lain membacakan pernyataannya dan didiskusikan. Demi­kian seterusnya sampai semua siswa dalam kelompok mendapat giliran membacakan pernyataan yang telah ditulisnya.
Langkah-langkah:
a. Semua siswa menulis tiga pernyataan: 2 pernyataan benar dan 1 pernyataan sa­lah
b. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
c. Satu orang siswa membaca pernyataan
d. Kelompok mendiskusikan pernyataan mana yang salah dan membetulkannya
e. Satu orang siswa membaca pernyataan lagi
f. Kelompok mendiskusikan pernyataan mana yang salah dan membetulkannya, dstnya.

5. Di Dalam dan di Luar Lingkaran
Semua siswa berdiri membentuk dua lingkaran. Lingkaran yang kedua mengelilingi lingkaran yang pertama. Kedua lingkaran harus memiliki jumlah siswa yang sama sehingga siswa bisa saling berhadapan. Guru mengumumkan atau memberikan sebuah topik atau pertanyaan, dan siswa membahasnya dengan pasangan yang berada di depannya. Kemudian kedua lingkaran berotasi sehingga siswa terpasangkan dengan siswa lain untuk membahas topik atau pertanyaan berikutnya yang diberikan guru.

Langkah-langkah:
a. Siswa membentuk lingkaran
b. Siswa membahas topik / pertanyaan dari guru dengan pasangannya
c. Guru memberi aba-aba pada siswa untuk berotasi
d. Jika memungkinkan, kegiatan akan lebih lancar kalau dilaksanakan di luar kelas
e. Posisi yang dirotasi sebaiknya diragamkan, dan pergerakan rotasi kadang-kadang dibalikkan arahnya

6. Berpikir-Berpasangan-Berbagi dengan Kelas / B3K (Think-Pair-Share)
Pembelajaran kooperatif model B3K ini sangat populer karena mudah pengelolaan kelasnya.
a. Guru memberikan suatu permasalahan / pertanyaan pada kelas. Misalnya, guru bertanya,” Apa yang dimaksud dengan pemanasan global? Mengapa isu pemanasan global sedang ramai dibicarakan orang? Adakah tanda-tanda terjadinya pemanasan global di kota kita ini?”
b. Setiap siswa secara individual diminta untuk merenungkan kemungkinan jawabannya terlebih dahulu. Guru memberikan waktu yang cukup. Tahap ini disebut tahap Berpikir / Think.
c. Setelah siswa mencari / memikirkan jawaban atau tanggapan sendiri-sendiri, guru kemudian meminta siswa secara berpasangan mendiskusikan jawaban mereka. Pada kesempatan ini mereka bisa saling bertukar pikiran dan argumentasi tentang permasalahan yang disampaikan oleh guru. Tahap ini tahap berdiskusi berpasangan / in pairs
d. Setelah diskusi berpasangan dirasakan cukup, guru mengundang tiap siswa / pasangan siswa untuk berbagi jawaban atau komentar secara pleno kelas terhadap permasalahan yang diajukan guru. Tahap ini disebut berbagi / share.

7. Berpikir-Berpasangan-Berempat/B3 (Think-Pair-Square)
Jenis pembelajaran kooperatif ini juga praktis pengelolaannya. Siswa tidak perlu berpindah dari tempat duduknya.

Tahapan pembelajaran kooperatif model B3 ini sama dengan tahapan B3K di atas kecuali pada langkah d. Untuk B3 langkah d diubah menjadi berdiskusi atau bertukar pendapat dan argumentasi dengan empat orang. Dengan demikian siswa berpikir/bekerja individual, kemudian berpasangan, setelah itu berempat.

8. Anggota Bernomer bersama / B2 (Numbered-Heads together)
a. Bentuklah kelompok-kelompok siswa yang terdiri atas empat anak.
b. Setiap anggota kelompok mendapat nomor 1, 2, 3, dan 4.
c. Guru (atau siswa atau kelompok) memberikan pertanyaan berdasarkan teks yang dibaca. Misalnya: Bagaimanakah proses terjadinya efek umpan balik dalam pemanasan global? Guru juga bisa memberikan bentuk tugas yang lain.
d. Semua siswa dalam kelompok masing-masing bekerja sama mencari dan membahas jawaban / pemecahan atas pertanyaan/masalah yang diberikan. Kelompok memastikan bahwa setiap anggota menguasai jawaban/ jalan keluar atas masalah yang diberikan.
e. Setelah diskusi di dalam kelompok di rasa cukup, guru memanggil siswa dengan nomor-nomor tertentu untuk menjawab atau melaporkan. Misalnya, jika guru memanggil nomor 4, itu berarti bahwa semua siswa bernomor 1 harus siap untuk terpilih memaparkan jawaban atas permasalahan yang diberikan guru.
f. Guru meneruskan proses pembelajaran dengan memanggil nomor-nomor yang lain.

9. Bertukar Pasangan
Karakteristik bertukar pasangan pada pembelajaran kooperatif ini adalah jumlah anggota kelompoknya dua orang.
Langkah-langkah:
a. Siswa dibagi dalam tim (kelompok) yang saling berpasangan.
b. Setiap pasangan diberi tugas dan mengerjakannya.
c. Setelah selesai, setiap pasangan bertukar dengan pasangan lainnya.
d. Pasangan baru berdiskusi saling menanyakan dan mengukuhkan jawabannya
e. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan disampaikan kepada pasangan semula.