Minggu, 12 April 2009

Penerapan TQM di Sekolah dan Perguruan Tinggi (1)

Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas, sekolah atau perguruan tinggi perlu didukung manajemen yang juga berkualitas. Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen di sekolah dan perguruan tinggi mengarah pada sistem manajemen yang disebut TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu. Tulisan ini mencoba memberi masukan konstruktif bagi pengelola sekolah dan civitas akademika perguruan tinggi dalam menerapkan TQM, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pengelolaan jurusan yang berdampak pada peningkatan kualitas lulusan yang memiliki daya saing kompetitif dan komparatif.

Bagaimana TQM itu?
Menurut Hadari Nawari (2005:46) TQM adalah manajemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development). Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang harus diintegrasi pula dengan pentahapan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen, agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai yang berkualitas. Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui tahapan perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan metode kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.

Menurut Cassio seperti yang dikutip oleh Hadari Nawawi (2005:127), ia memberi pengertian bahwa “TQM, a philosophy and set of guiding principles that represent the foundation of a continuosly improving organization, include seven broad components :
1. A focus on the customer or user of a product or service, ensuring the customer’s need an expectations are satisfied consistenly.
2. Active leadership from executives to establish quality as a fundamental value to be incorporated into a company’s managemen philosophy.
3. Quality concept (e.g. statistical process control or computer assisted design, engineering, and manufacturing) that are thoroughly integrated throughout all activities of or a company.
4. A corporate culture, established and reinforced by top executives, that involves all employees in contributing to quality improvement.
5. A focus on employee involvement, teamwork, and training at all levels in order to strengthen employee commitment to continous quality improvement.
6. An approach to problem solving that is base on continously gathering, evaluating, and acting on facts and data is a systematic manner.
7. Recognition of supliers as full partners in quality management process.

Pengertian lain dikemukakan oleh Santoso yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) yang mengatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorentasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Di samping itu Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) menyatakan pula bahwa TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, Hadari Nawawi (2005:127) mengemukakan tentang karakteristik TQM sebagai berikut :
1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
4. Memiliki komitmen jangka panjang.
5. Membutuhkan kerjasama tim
6. Memperbaiki proses secara kesinambungan
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
8. Memberikan kebebasan yang terkendali
9. Memiliki kesatuan yang terkendali
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

Singkatnya, TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung tinggi efisiensi. Sistem manajemen ini sangat meminimalkan proses birokrasi. Sistem perguruan tinggi yang birokratis akan menghambat potensi perkembangan jurusan itu sendiri. Dalam ajaran TQM, lembaga pendidikan (perguruan tinggi) harus menempatkan mahasiswa sebagai “klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai stakeholders yang terbesar, maka suara mahasiswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis langkah organisasi perguruan tinggi. Tanpa suasana yang demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak – pihak tertentu yang seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan (Setiawan, 2000).

Penerapan TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antara mahasiswa dengan dosen, antara mahasiswa dengan jajaran pimpinan jurusan, antara dosen dan jajaran pimpinan jurusan, singkatnya adalah kebebasan berpendapat dan keterbukaan antara seluruh warga jurusan. Pentransferan ilmu tidak lagi bersifat one way communication, melainkan two way communication. Ini berkaitan dengan budaya akademis.

Selain kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan informasi. Harus ada informasi yang jelas mengenai arah organisasi perguruan tinggi, baik secara internal organisasi maupun secara nasional. Secara internal, manajemen harus menyediakan informasi seluas- luasnya bagi warga jurusan. Termasuk dalam hal arah organisasi adalah program – program, serta kondisi finansial.

2 komentar:

hadi mengatakan...

TRIMS YAA FOR ILMU TERAPAN TQM NYA

griya rindang mengatakan...

artikel saudara menambah wawasan saya, terima kasih