Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi, S., 1997 : 14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atau vicarious conditioning. Misalnya seorang siswa melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious reinforcement. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M. 1998a : 4).
2 komentar:
Saya setuju pak dengan teori ini, karena saya juga melihat adek saya sendiri pun seperti itu. Yang ingin saya tanyakan pak, bagaimana caranya mengubah sesuatu yang terlanjur ditiru oleh anak?
misalnya waktu itu, karena sedang lagi kesal, saya tidak sengaja mengatakan ade saya, 'pikasebeleun' yang artinya nyebelin, lalu suatu saat, tiba-tiba ade saya itu bilang kalo dirinya 'pikasebeleun'.
Dan saya jadi merasa bersalah pak
selamat siang mas.. saya mau tnya bagaimana kita mengetahui batasan2 atau deliniasi akibat dari pembelajaran sosial itu sendiri, apakah da variabelnya?
terimakasih
Posting Komentar